Muslimahdaily - Khalifah Utsman bin ‘Affan sungguh beruntung memiliki istri yang selalu menyejukkan matanya. Tak hanya dijuluki Dzun Nurain karena menjadi menantu Rasulullah dua kali, beliau radhiyallahu ‘ahu pula memiliki seorang istri dari Kuffah (Irak) bernama Nailah binti Al Farafishah. Sosok Nailah begitu memesona nan mengagumkan. Muslimah cantik dan cerdas itulah yang menemani sang khalifah di akhir hayatnya.
Kisah mengharukan Nailah terjadi di malam pemeberontakan kepada Khalifah Utsman. Rumah sang penerus estafet kepemimpinan Rasulullah dikepung dan digedor pintunya. Utsman saat itu tengah membaca ayat-ayat Allah. Sementara Nailah yang ada di belakang segera menghampiri Utsman dengan rasa takut yang tak terkira.
Para pemberontak pun berhasil memasuki rumah Utsman bin ‘Affan dengan pedang-pedang yang terhunus. Mereka berwajah garang dan segera melayangkan serangan pada sang shahabat Nabi. Melihat suaminya diserang, Nailah berusaha menjadi tameng. Ia melindungi Utsman dengan menepis pedang menggunakan tangannya. Jari-jemarinya bahkan patah dilibas pedang tajam para pemberotak.
Namun sekumpulan pria emosional tersebut tak berhenti. Khalifah Utsman kembali diserang. Lagi-lagi, Nailah melindung tubuh Utsman dengan tangannya. Maka terputuslah sudah jari-jemari kedua tangan Nailah hingga mengucurkan darah yang sangat banyak. Ia tak kuasa menahan rasa sakit hingga melemahlah tenaganya.
Tubuh Nailah yang lemah itu kemudian diseret, diinjak dan disiksa segala rupa oleh para pria jahat penumpah darah kaum muslimin. Pun dengan tubuh putrinya, Maryam, diinjak-injak para penjahat keji.
Menahan segala siksaan, Nailah melihat tubuh Utsman telah tersabet pedang hingga wafat. Segera muslimah pemberani itu menghampiri dan memeluk tubuh sang khalifah. Dengan deraian air mata, ia meneriaki para pembunuh tak manusiawi tersebut, “Mengapa kalian membunuh khalifah?! Padahal beliau adalah orang yang menghidupkan malam dengan Al Qur’an dan banyak rakaat!!!” ujarnya di tengah isak tangis yang sulit dibendung.
Namun para penjahat tersebut telah dibutakan oleh syaitan. Mereka pergi meninggalkan begitu saja rumah khalifah yang telah banjir darah. Peperangan antara pemberontak dan muslimin kemudian terus terjadi. Mereka para pemberontak menguasai kawasan muslim dan membuat seisi kota dirundung ketakutan.
Kaum muslimin bahkan terhalang untuk memakamkan sang khalifah dan menghantarkan kepergian beliau ke alam baka. Di tengah malam yang sepi, Nailah dibantu beberapa shahabat Rasulullah, kemudian membawa jenazah Utsman bin ‘Affan secara sembunyi-sembunyi ke pemakaman. Mereka pun akhirnya mampu menguburkannya.
Kesedihan Nailah tak mampu dielakkan. Ia sangat mencintai Utsman, baik sebagai suami maupun sebagai khalifah. Meski Utsman telah tiada, rasa cintanya tak pernah padam. Ia memilih terus berstatus sebagai istri Utsman dengan menolak banyak lamaran pria lain. Bahkan ketika Muawiyyah bin Abi Sufyan, pendiri Dinasti Umayyah melamarnya, Nailah tetap menolaknya. “Tak ada seorang pun yang dapat menggantikan posisi Utsman di dalam hatiku," ujar Nailah.
Wanita yang terkenal cerdas itu pun tak menikah lagi setelah kematian Utsman bin ‘Affan. Padahal, kala itu, usianya masih sangat belia. Parasnya pula masih sangat ayu. Ia pula memiliki kepribadian yang luhur serta meriwayatkan banyak hadits Rasulullah. Kekurangannya hanya satu, yakni jari-jemarinya yang patah. Itu pun merupakan saksi keberaniannya melindungi Utsman.
Melihat kondisi tersebut, tak ada yang menghalangi Nailah untuk menikah lagi. Tak ada pula yang menghalangi pria lain untuk tertarik meminangnya. Namun Nailah memilih setia meski harus berstatus janda. Harapannya hanya satu, ia dapat berkumpul lagi di Surga bersama suami tercinta, sang khalifah ketiga. Nailah tahu betul, wanita akan hidup di akhirat bersama suami terakhirnya. Maka biarlah Utsman menjadi suami pertama dan terakhirnya, serta suaminya kelak di nikmatnya surga Allah Ta’ala.