Muslimahdaily - Keraguan tentang Tuhan biasanya baru dirasakan ketika seseorang beranjak dewasa. Seiring dengan kematang otak, seseorang akan semakin mampu berpikir rasional. Namun kisah Jennifer A. Bell sedikit berbeda, ia mengalami sendiri kejadian yang mungkin tak banyak orang mengalaminya.
Jennifer saat itu masih berusia 8 tahun. Ia tinggal di lingkungan yang tak banyak orang menganut agama. Desa tempat tinggalnya ini mayoritas penduduknya ateis dan hanya sedikit orang yang bergama Kristen. Walau demikian, gadis berkebangsaan Amerika ini mulai skeptis terhadap beberapa ajaran agama Kristen. Terutama tetang Yesus yang dianggap sebagai Tuhan.
Banyak pertanyaan yang muncul dalam pikiran Jennifer tentang Tuhan. Ia rajin mengunjungi banyak gereja demi mencari kebenaran. Walau sudah berusaha, namun sulit menemukan jawaban tentang ketuhanan bagi gadis yang masih belia itu.
Menginjak masa remaja, Jennifer masih belum mendapatkan jawaban atas keraguannya itu. Ia justru mengalami masa kelam dan terberat dalam hidupnya. Obat-obatan dan alkohol tak bisa lepas dari keseharian Jennifer. Bahkan ia terjerumus oleh jahatnya seks bebas.
Saat di universitas, barulah Jennifer mendapat sedikit pencerahan. Ia bertemu dengan laki-laki yang mengenalkannya pada agama yang selama ini belum pernah ia dengar sebelumnya. Ia pun mulai mempelajari agama Hindu, Budha, Yahudi, Shinto dan lainnya. Namun, itu semua masih belum mampu menjawab keraguan Jennifer selama ini.
Jeniffer akhirnya menikah dengan laki-laki yang mengenalkannya pada berbagai agama tadi. Ia mulai berbenah dan menitih karir hingga berjalan dengan baik. Namun, hidup Jennifer lagi-lagi diuji. Menurut dokter, Jennifer tak mampu mempunyai anak dikarenakan kebiasaan alkohol dan narkobanya pada masa lalu.
Walau demikian, Jennifer tak menyerah. Ia tetap berdoa kepada Tuhan agar dapat dikaruniai seorang anak. Doanya terjawab, Jennifer ternyata hamil. Kesenangannya meluap karena dapat membuktikan bahwa dugaan sang dokter salah. Jennifer berdoa agar diberkati anak laki-laki yang matanya mirip dengan sang ayah, dan rambutnya pirang seperti sang ibu. Tak disangka, deskripsi sang anak sangat mirip dengan yang ia inginkan.
Tak sampai di situ, Jennifer kemudian mengalami baby blues. Gangguannya ini bahkan mengakibatkan retaknya rumah tangga Jennifer bersama suami. Hidupnya kembali terpuruk.
Di saat itulah, Jennifer banyak merenung. Ia juga sering mengakses Chat Room. Di sana ia bertemu dengan seorang muslim. Kemudian Jeniffer mulai menceritakan berbagai keluh kesahnya dan keraguannya terhadap Yesus.
Kehidupan Jennifer makin memburuk. Rumah tangganya hancur, bahkan bedampak pula pada karirnya. Ia dinyatakan tak dapat lagi bekerja karena masalah leher yang dialaminya. Makin depresi, Jeniffer memutuskan untuk meminum pil untuk mengurangi kecemasannya itu. Namun, lagi-lagi hal tersebut tak dapat banyak membantu.
Setelah menceritakan lagi masalahnya kepada muslim yang pernah dikenalnya, muslim tersebut pun akhirnya membantu Jennifer. Ia meminta jenifer untuk melakukan mandi sekujur tubuhnya, dari kepala hingga kaki. Kemudian meminta Jennifer juga untuk menenangkan diri dan hanya memikirkan tentang Tuhan. Saat itu, Jennifer mengalami pengalam yang tak akan pernah ia lupakan. Seketika tubuhnya menggigil. Ia merasakan kehadiran Tuhan yang sesungguhnya.
Perasaan seperti ini belum pernah ia rasakan. Ketenangan dan kedamaian merasuk ke dalam jiwanya. Beban hidup Jennifer perlahan semakin ringan seakan ada yang membantunya.
Setelah mendapat pengetahuan lebih banyak tentang Al-Qur’an dan Injil. Semua mulai terasa logis bagi Jennifer. Ia pun kemudian memutuskan untuk memeluk agama Islam. Perjalanan yang dimulai pada usia 8 tahun berakhir dengan manis.