Jordan Richter, Skater Profesional yang Lebih PD Setelah Menjadi Mualaf

Muslimahdaily - Seorang mualaf asal Los Angeles,California, Jordan Richter, mengaku merasa dirinya lebih spiritual ketika sedang skateboarding. Diwawancari oleh themuslimvibe.com, Jordan yang masuk Islam sejak tahun 1990-an merupakan seorang skater profesional yang juga berprofesi sebagai pengajar di Akademi yang Ia dirikan, the Jordan Richter Skateboard Academy, yang memberikan pelatihan skateboarding untuk anak dan dewasa di west coast. Pada wawancaranya, Jordan menceritakan mengenai pengalaman kehidupannya dan bagaimana Ia memaknai dirinya sebagai seorang skateboarder muslim.

Jordan mulai menekuni skateboarding sejak Ia berusia 10 tahun. Pada perjalanan pulang dari sekolah sewaktu itu, Ia melihat sekelompok skateboarders, dan Jordan merasa tertarik. “Mereka terlihat seperti terbang di atas papan kayu!”, kata Jordan ketika menceritakan asal usul ketertarikannya pada dunia skateboarding. Semenjak itu, Jordan seringkali menontoni sekelompok skateboarders tersebut dan setelah beberapa bulan menjadi penonton, Jordan memulai pertemanan dengan para skateboarders tersebut. Pada saat itulah Jordan mulai belajar mengenai teknik-teknik dasar skateboarding dan mulai ikut latihan dengan kelompok skateboarders tersebut.

Jordan tumbuh sebagai seorang yahudi sebelum Ia menjadi seorang mualaf, sehingga sebelum memasuki Islam, Ia sudah terbiasa dengan praduga-praduga negatif yang datang dari banyak orang. Sebelum masuk Islam, Ia seorang yahudi yang bermain skateboard, dan sekarang Ia seorang muslim yang bermain skateboard. Keduanya memunculkan image negatif dari orang-orang di sekitarnya. Seperti sebagai seorang skater, seringkali Ia diasosiasikan dengan pencandu obat-obatan atau anak-anak nakal yang tak bisa diatur. Namun, Jordan mengaku tak terlalu peduli dengan stereotype yang menyebar di kalangan masyarakat, malah Jordan merasa bahwa para profesional yang berhasil memenangkan banyak perlombaan skateboarding ialah mereka yang berbeda dari stereotype yang berkembang di masyarakat.

Jordan mengaku bahwa semenjak Ia menjadi seorang mualaf, pandangannya mengenai prioritas dalam kehidupannya pun mulai berubah. Jordan tetap menikmati dan mencintai skateboarding, namun makna dari skateboarding untuk dirinya tidak sama dengan ketika sebelum Ia masuk Islam. Sebelumnya, ketika Jordan merasa masalah dalam hidupnya mulai mengganggu dirinya, Ia akan menarik dirinya dari kenyataan dan bermain skateboard seharian untuk melupakan masalahnya. Namun, setelah Ia menjadi seorang mualaf, bermain skateboard merupakan alat baginya untuk merasa percaya diri dan berperan sebagai thermometer untuk mengukur kehidupan spiritualnya. Jadi ketika Ia bermain skateboard dan merasa percaya diri dan tidak memiliki beban atau rasa takut dan pikiran-pikiran negatif lainnya, Jordan merasa bahwa dirinya relaxed dan kehidupannya berjalan dengan baik, shalat tepat waktu dan tidak mengganggu hak orang lain. Jordan mengaku merasa sangat percaya diri di atas papan skateboard ketika Ia merasa spiritual.

Ketika ditanya apakah menjadi seorang muslim memberikan dampak pada rutinitas skateboardingnya dan pertemanannya, Jordan mengaku tidak merasakannya. Jordan mengaku bahwa Ia menghadapi beberapa tantangan, seperti kita bulan Ramadhan Ia harus mengurangi waktu latihannya. Namun, Jordan mengaku tidak masalah dengan itu dan bahkan teman-temannya menjadi terinspirasi untuk berpuasa sebagai alternative untuk menjadi lebih fit.

Diakhir wawancaranya, Jordan memberikan solusi untuk para mualaf baru yang seringkali disuguhi dengan berbagai nasihat-nasihat yang terlihat sangat berat untuk dijalani.

“Islam merupakan marathon, bukan balapan. Menjadi seorang mualaf, mempelajari Islam merupakan proses yang panjang.”

Add comment

Submit