Muslimahdaily - Rehuella Meira Valencia, merupakan seorang gadis yang memberikan bukti kepada kita bahwa hidayah Islam bisa datang kepada siapa saja, tak pandang usia.
Gadis yang akrab di sapa Cia ini mendapatkan hidayah lima tahun lalu saat ia duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar. Cia mendapatkan hidayah bukan karena terpaksa lantaran sang ibu telah memeluk Islam terlebih dahulu. Ada pergolakan batin yang ia rasakan sebelum memutuskan menjadi seorang mualaf.
Semasa kecil Cia dikenal sebagai anak yang taat beribadah. Keyakinan terhadap agama sebelumnya sangat kuat. Sang ibu yang merupakan aktivis agama selalu menjadi panutan bagi Cia.
Mengetahui Sang ibu memeluk Islam, membuat Cia marah dan memusuhi ibunya. Kepercayaan terhadap sang ibu runtuh begitu saja. Sikap marahnya itu dibuktikan dengan mogok berbicara dengan ibunya. Saat itu tak ada lagi senda gurau diantara mereka berdua.
“Aku sempet marah sama Ummi dan nggak mau ngomong, Ummi juga kayaknya nggak berani bahas soal Islam sama aku waktu itu,” ungkap Cia seperti dikutip dari Republika.
Ibunda Cia, Elisabeth Janita Ruru, memilih untuk bersabar. Ia belum siap untuk mengajak sang buah hati memeluk Islam. Meski tak saling bicara, Elisa tetap memberikan pelayanan yang terbaik kepada putrinya.
Hingga suatu hari hidayah Islam datang menghampiri keluarganya. Kakak Cia, Graciela Victoria Safira mengalami sakit parah. Ciela harus dioperasi lantaran penyakit skoliosis yang semakin parah dan menyebabkan ia lumpuh. Di meja operasi inilah sang kakak mendapatkan hidayah, ia bersyahadat disaksikan oleh dokter dan perawat.
Melihat kejadian itu membuat Cia penasaran dengan Islam, ia bertanya-tanya mengapa kakak dan ibunya dengan sangat mudah menerima Islam. Dari situlah ia mulai mencari tau mengenai Islam lebih dalam.
Cia merasa iri dengan ibu dan kakaknya. Tetapi satu sisi ia sulit menahan egonya untuk menerima kenyataan bahwa sang ibu kini menjadi seorang muslim. Ia merasa ibunya lebih terbuka terhadap sang kakak untuk berbicara mengenai Islam.
Padahal, Cia sangat ingin kembali dekat dengan ibunya dan berbicara mengenai Islam. Sedangkan ibunya merasa belum perlu berbicara hal itu karena melihat sikap Cia yang belum bisa didekati.
Di akhir masa sekolah dasarnya, Cia menjadi lebih terbuka, ia berharap sang ibu menanyakan tentang pilihan keyakinannya. Keinginannya itu disampaikan kepada ayah sambungnya. Karena saat itu Cia dan ibunya masih belum saling berbicara.
Cia selalu memperhatikan tingkah laku ibu dan kakaknya semenjak memeluk Islam. Ia memperhatikan bagaimana kegiatan beribadah dalam agama mereka. Bahkan, Cia sempat ikut shalat di masjid untuk mencari tahu tentang kebiasaan umat Muslim.
Setelah mencarti tahu tentang kebiasaan umat Muslim, Cia memahami alasan kedua orang yang disayanginya itu memeluk Islam. Ternyata menjadi muslim membuat hidup lebih tenang dan damai.
Pada Desember 2015, ia memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat di depan keluarganya kemudian ia bersyahadat ulang di masjid dekat rumahnya di daerah Rempoa.
Rasa haru dan bahagia melingkupi Cia dan keluarganya. Menjalankan ibadah dan syariat Islam membuat hidup mereka lebih damai dan tentram.
Kisah Rehuelle Meira, Menjadi Mualaf saat Masih Belia
