Model Asal Prancis Rela Meninggalkan Ketenarannya demi Menemukan Cahaya Islam di Afghanistan

Muslimahdaily - Hidayah Allah memang bisa jatuh di tangan siapapun. Tak pandang usia, pekerjaan dan latar belakang suku serta identitas lainnya yang melekat, jika sudah Allah takdirkan Islam untuknya, maka jadilah.

Inilah yang dialami seorang model asal Prancis bernama Fabian. Hidayah datang padanya saat ia tenggelam dalam ketenaran dan hingar bingar dunia. Saat itu, ia memutuskan untuk menarik diri dari dunianya dan pergi ke Afghanistan untuk bekerja di kamp perawatan para mujahid yang terluka, ia memilih masuk pada kondisi yang keras dan kehidupan yang sulit tentunya.

“Seandainya bukan karena karunia Allah atasku dan kasih sayang-Nya kepadaku, niscaya hidupku akan hilang di dalam dunia yang manusia mengalami kemunduran untuk menjadi seperti binatang di dalamnya, semua keinginannya adalah memuaskan hawa nafsu dan tabiatnya tanpa norma dan prinsip.”

Sejak kecil, Febian selalu memimpikan dirinya untuk menjadi perawat yang baik. Bekerja untuk meredakan rasa pedih pada nak-anak kecil yang sakit. Namun, seiring berjalannya waktu hingga ia mencapai dewasa, ia mulai mencoba untu merawat kecantikan wajah dan tubuh.

Teman-teman dan keluarganya pada akhirnya mendukung Febian untuk meninggalkan cita-cita masa kecilnya dan kemudian memanfaatkan kecantikan wajahnya untuk pekerjaan yang dapat mendatangkan keuntungan materi yang lebih banyak, ketenaran dan gemerlapnya cahaya serta hal-hal yang menyenangkan.

Febian saat itu merasa jalannya selalu terasa mudah, sehingga dengan sangat cepat ia merasa sebagai orang yang terkenal. Berbagai macam hadiah yang mahal, yang tak pernah ia bayangkan untuk dimiliki, kini semua ada di tangannya.

Pertama kali yang harus ia lakukan adalah meninggalkan fitrahnya sebagai manusia. Meninggalkan sifat senstif, rasa malu yang selama ini ia dididik olehnya, bahkan kecerdasan. Karena ia mengaku selama itu dirinya hanya mempelajari gerakan-gerakan tubuh untuk berjalan di atas catwalk dengan alunan musik.

Bahkan ia juga harus membatasi dirinya dari makanan yang lezat. “Aku juga hidup di atas berbagai macam multivitamin kimia, obat penambah tenaga dan obat penumbuh semangat, dan sebelum itu semua, aku menghilangkan semua naluriku sebagai manusia. Aku tidak memiliki benci, tak memiliki cinta dan tidak memiliki rasa untuk menolak segala sesuatu,” ujarnya.

Sebagai seorang model ternama, ia dan teman-temannya seringkali keliling dunia untuk mengenalkan rancangan model busana terbaru dengan semua yang ada di dalamnya.

Kala itu ia sudah mulai merasakan kegelisahan dalam dirinya.

“Aku tidak merasakan keindahan Fashion yang terbalut dalam tubuhku yang telah dikosongkan itu, kecuali udara dan kekejaman hati dengan penghinaan pandangan mereka terhadap kepribadianku, dan penghormatan mereka terhadap busana yang aku kenakan.”

Febian juga menceritakan bahwa ketika ia berjalan dan bergerak, dalam setiap langkah dan ritme gerakannya ia selalu dihantui dengan kata “Seandainya.”

Suatu hari, Febian dan teman-teman modelnya berkunjung ke Kota Beirut yang saat itu dalam keadaan hancur. Di sana, ia melihat orang-orang sedang membangun hotel-hotel dan rumah-rumah di bawah kerasnya hambatan yang sedang mereka lalui. Ia juga menyaksikan dengan matanya sendiri, anak-anak kecil yang berada di rumah sakit Beirut.

“Aku tidaklah sendirian, namun aku bersam ateman-teman wanitaku dari permodelan. Mereka hanya cukup meliha tanpa ada rasa peduli seperti kebiasaan mereka. Namun, kali ini aku tidak bisa sama dengan mereka,” katanya.

Saat melihat kenyataan anak-anak disana ia merasa detik itu pula hilanglah segala pandangannya pada popularitas, kemuliaan dan kehidupan palsu yang selama ini ia hidup di dalamnya. Febian langsung tertuju pada anak-anak kecil yang coba ia selamatkan dari kematian. Saat itu ia tak kembali ke hotel bersama teman-temannya, padahal di sana kamera sedang menanti kehadirannya.

Dari perjalannya ke Beirut, Febian bertekad untuk memulai misi kemanusiannya. Meninggalkan kota Beirut kemudian pergi ke Pakistan. Saat di perbatasan Afghanistan, ia merasakan hidup yang sebenarnya. Ia belajar bagaimana menjadi manusia yang pada akhirnya menuntun model ternama itu menyentuh hidayah, cahaya Islam.

Febian hidup di Afghanistan selam adelapan bulan, bekerja membantu keluarga yang kesulitan dan terluka karena kehancuran perang. Ia merasa sangat bahagia hidup disana bersama warga sekitar.

“Mereka sangat baik memperlakukanku, bertambalah kebahagiaanku dalam Islam. Aku mulai terkagum dengan kehidupan wanita Afghanistan dan Pakistan yang sangat religius.”

Saat itu, ia mulai belajar bahasa Arab dan bahasa Al-Quran. Hidupnya mulai teratur dan mengikuti landasan-landasan Islam dan kerohaniannya.

“Aku tidak pernah menyangka bahwasannya tanganku yang peka, yang telah aku gunakan sepanjang waktu untuk menjaga kehalusannya akan aku gunakan sepanjang waktu untuk pekerjaan yang sulit ini di tengah-tengah gunung, tetapi kesulitan ini menambah kemurnian dan kesucian tanganku, dan Insya Allah akan ada balasan yang baik di sisi Allah, Insya Allah,” tutupnya.

Sumber: Kisah Para Muallaf yang Menakjubkan - Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairi

Add comment

Submit