Pernah Berkata Tak Akan Masuk Islam, Kini Delfano Charies Justru Merasakan Ketenangan di Dalamnya

Muslimahdaily - Dalam hidup, banyak orang yang mengira bahwa kebahagiaan bisa dibeli dengan harta, tahta dan ketenaran. Bahkan mereka rela banting tulang siang dan malam untuk bisa membeli kebahagiaan tersebut dengan uang. Tetapi, kisah Delfano Charies kali ini akan mengajarkan kita bahwa semua itu tak berarti apapun untuk sebuah kebahagiaan, ia malah merasa gelisah setiap malam. Mencari sesuatu yang dapat mengisi kekosongan hati, yang tak ia dapatkan dari dunia.

Delfano Charies atau Fano, merupakan salah satu Youtuber asal Semarang yang memutuskan untuk menjadi seorang mualaf pada tahun 2019 lalu. Kisah perjalanannya menemukan Islam ia bagikan lewat akun Youtube Cah Hijrah.

Fano dan Islam

Pada dasaranya, Islam bukanlah agama yang asing bagi Fano, lingkungan pertemanan bahkan hingga bisnis yang ia jalani semuanya dilingkupi dengan agama Islam. Ia mulai tertarik pertama kali dengan Islam pada tahun 2015 akhir, dimana saat itu ia merasa tidak ada satu hal pun yang ia yakini dalam hati.

Saat itu, Fano sedang menjalankan bisnis di bidang tour dan travel. Salah satu pelayanan yang diberikan adalah mengantar para jamaah dari Indonesia untuk melaksanakan ibadah Umroh di Kota Suci Mekah. Meski Fano bukanlah seorang muslim, ia seringkali ikut dalam rombongan jamaah dan bertanggung jawab atas mereka.

Dari momen-momen itulah Fano mulai tertarik dengan Islam. Ia memperhatikan bagaimana orang-orang muslim dari seluruh dunia berkumpul di Mekah dan beribadah bersama. Bahkan, Fano seringkali menjalani manasik bersama para jamaah yang lain.

Rasa ketertarikannya menuntun Youtuber ini untuk belajar tentang Islam sedikit demi sedikit dan dihadapkan dengan berbagai pertanda oleh Allah selama empat tahun terkahir sebelum akhirnya ia mantap menjadi seorang muslim.

Rindu Sosok Tuhan

Datang suatu hari, dimana Fano merasa sangat rindu pada sosok Tuhan di dalam hatinya. Sosok Maha Besar yang bisa menenangkan suasana hatinya kala itu yang penuh dengan kagalauan. Fano merasa sudah mendapatkan segalanya dalam hidup. Harta, keluarga, semua yang ia inginkan bahkan ketenaran sudah ada di tangannya. Tetapi, ia merasa masih ada kekosongan dalam hatinya sesuatu yang membuat ia menangis gelisah setiap malam.

Saat malam datang, Fano selalu merasa ketakutan dan menangis tanpa alasan. Tak tahu harus berbuat apa, Fano pun berusaha untuk menelfon teman-temannya. Namun, nyatanya ia tak bisa mengandalkan teman-teman yang mungkin saja pada saat itu sedang beristirahat.

Kejadian itu menyadarkan dirinya bahwa bukan manusia lah yang ia butuhkan. Tetapi sosok Allah yang selalu hadir kapanpun hamba-Nya butuh.

Meski begitu, Fano masih menafikkan kebenaran dan memilih untuk melupakannya. Fano pun seringkali dihadapkan pada pertanda lain yang Allah berikan, namun egonya masih sangat besar dan ia mengaku menjadi orang yang munafik pada saat itu.

Adzan Subuh Sebagai Penenang

Suatu hari, Fano merasa sulit ketakutan dan sulit untuk memejamkan matanya. Di tengah ketakutannya itu, ia mendengar adzan subuh berkumandang . Seketika, hatinya merasa bergetar dan tentram, tak sadar air matanya pun mengalir.

“Terus di otakku, aku membayangkan shalat langsung, belum muslim tapi aku membayangkan shalat. Cuma tiduran dan membayangkan shalat, akhirnya aku bisa tertidur. Itu terjadi selama tiga kali sebelum aku jadi mualaf,” ungkapnya.

Pernah Berjanji Tak Akan Masuk Islam

Fano bercerita bahwa dahulu dirinya pernah dalam suatu kesombong. Bahkan kesombongan itu keluar langsung dari mulutnya.

“Aku bilang sama semua orang, ‘pegang kata-kataku, aku Delfano Charis aku ga akan pernah masuk muslim. Ga pernah agama yang salah, agama yang sesat, ga pernah akan aku masuk muslim.’”

Setelah menjadi mualaf, ia tersadar bahwa perkataan manusia di hadapan Allah tak berarti apapun. Fano sadar bahwa Allah Sang Maha Pembolak-balikkan hati manusia. Saat manusia berkata, maka tak ada kekuatan di dalamnya. Ia kini sadar bahwa Allah yang memiliki kekuatan atas segalanya.

Berada di Puncak Ketakutan

Selama setengah tahun lamanya, Fano selalu diingatkan oleh kematian dan muncul banyak pertanyan dalam benaknya.

“Toh kalau semuanya di dunia, saat aku mati akau mau ngapain? Terus kalau misalkan bener, saat mati semuanya terlambat dan aku ga bisa bertaubat aku mau ngapain? Semuanya terlambat,” ujarnya.

Di puncak ketakutannya akan kematian, rasa rindu akan sosok Allah pun kembali menghampirinya. Kali ini, Fano tak mau lagi menafikkannya, karena ia sadar bahwa dirinya bisa mati kapan saja. Ia sangat takut jikalau dirinya mati dalam keadaan belum bertaubat.

Tanpa tunggu lama, Fano malam itu langsung menyampaikan niatnya pada sang mama. Meskipun sang mama masih menangis dan belum bisa menerima keputusannya untuk memeluk Islam, Fano tetap mengukuhkan niatnya dan segera menghubungi salah satu teman dekatnya yang ia anggap baik agamanya untuk datang dan mengajarinya shalat.

“Ben kamu bisa ke rumahku ga? Ajarin aku shalat. Malam itu, Bembi langsung ke rumahku ngajarin aku shalat, kita syahadat berdua di kamar langsung aku shalat subuh pertama di situ,“ ujarnya.

Kasih Sayang Allah Pada Fano

Dalam shalat pertamanya itu, ia merasakan kasih sayang Allah yang sangat mendalam padanya, meskipun ia merasa telah banyak melakukan dosa. Malam itu, Fano pun akhirnya bisa merasakan ketenangan dan getaran dalam shalat yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, nikmat yang tak terhingga.

Setelah memutuskan untuk menjadi seorang muslim, Fano mencoba untuk perlahan belajar dasar-dasar agama Islam dan memutuskan untuk melakukan syahadat kedua kalinya yang disaksikan banyak jamaah kajian dan juga teman-temannya.

Tahun ini, ia menjalankan puasa dan lebaran pertamanya setelah menjadi mualaf. Kini, Fano bersyukur karena sang Mama sudah bisa menerima keputusannya, dan mereka pun kini hidup berdampingan rukun dan damai.

 

 

Add comment

Submit