Muslimahdaily - Setiap orang tentu memiliki proses masing-masing saat akan menemukan jalan kebenaran. Begitu banyak keraguan dalam diri yang pada akhirnya larut menjadi sebuah keyakinan untuk bisa menerima kebenaran yang sesungguhnya sudah ada di depan mata.
Hal ini lah yang dialami oleh Zaynah. Seorang wanita yang pada awalnya Bergama Sikh. Ia membagikan ceritanya di laman Muslim Converts.
Kisahnya berawal saat ia masih berusia 15 tahun. Sejak saat itu, Zaynah telah memiliki minat yang besar terhadap pembahasan agama. Ia percaya bahwa agama bisa membantunya menjadi orang yang lebih toleran terhadap perbedaan.
Meskipun tak terlahir sebagai seorang muslim, Zaynah mengaku lebih tertarik pada agama Islam. Tentang semuanya, mulai dari aspek politik hingga sosial. Saat itu, Zaynah merasa sangat beruntung karena teman sekitarnya banyak yang menganut agama Islam, sehingga ia bisa mencari tahu lebih dari mereka.
Suatu hari, Zaynah mendapat tugas Sosiologi dari sekolahnya untuk membuat otobiografi tentang seorang tokoh ternama. Ia memilih Malcolm X sebagai materi tugasnya, seorang tokoh muslim yang sangat berpengaruh, khususnya di Amerika Serikat.
Seiring berjalannya waktu, Zaynah mulai belajar lebih banyak tentang Islam. Ia mulai menyadari bahwa terdapat kebenaran di dalam agama Islam, tapi dirinya masih menolak kenyataan tersebut dan memilih untuk melupakannya.
“Saya seharusnya mengambil syahadat saya saat itu tetapi mencoba untuk membenarkannya pada diri saya sendiri bahwa jika Allah menginginkan saya menjadi Muslim, dia akan menjadikan saya muslim sejak lahir. Saya kemudian belajar dari membaca bahwa "Muslim" sebenarnya berarti dilahirkan dalam ketaatan, jadi secara teknis kita semua terlahir sebagai Muslim,” ujarnya.
Melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, Zaynah membirarkan dirinya hidup menjadi orang yang sangat bebas seperti anak muda sebayanya. Menjalani kehidupan malam yang kelam dan penuh dengan kebahagiaan semu.
Namun, jauh di dalam hati ia selalu bertanya dalam diri, “Apakah hal ini benar-benar membuatku bahagia? Nyatanya, hal tersebut tak sama sekali membuatnya bahagia.
Zaynah seringkali berkumpul bersama teman-teman muslimnya, pada titik ini ia menjadi sangat bingung secara rohani. Karena ia adalah seorang Sikh tapi ia tak sepenuhnya menjadi Sikh.
Pada akhirnya Zaynah mencoba untuk mencari kebenaran dalam agama lain.
“Saya membaca tentang Hinduisme, Kristen, Budha dan Sikhisme, saya masih merasa belum mendapatkan jawaban yang saya butuhkan seperti yang diberikan Islam kepada saya,” ujarnya.
Saat itu, Zaynah mulai merasa kesepian dan bingung. Ia sadar bahwa seharusnya sudah memilih Islam dan mengucapkan syahadat, namun ia belum melakukannya. Ia tak bersama teman-temannya yang kelam, namun tak juga bersama teman-teman muslimnya.
Menjadi Agnostik
Di tengah kebingungannya, Zaynah memilih untuk menjadi seorang agnostik. Seseorang yang masih memiliki keimanan dan percaya akan adanya Tuhan namun masih memiliki keraguan atas kebenarannya. Ia mulai mengubah gaya hidupnya, tak lagi meminum alkohol, berhenti memakan makanan haram bahkan ia menyelesaikan hubungan dengan pacarnya yang seorang muslim.
Zaynah mulai merasa senang dan berpikir mungkin ini adalah jawaban yang selama ini di acari. Namun, ternyata di lubuk hati paling dalam ia tak benar-benar merasa bahagia. Seringkali hatinya masih memikirkan kebenaran dalam Islam dan juga teman-teman muslimnya.
Kematian Seorang Teman
Di awal tahun, Zaynah menghadapi sebuah kejadian yang menjadi titik balik dalam hidupnya. Seorang teman yang juga beragama Sikh terbunuh saat berada di Kamboja Ketika melakukan volunteer.
Temannya itu berniat untuk menjadi seorang muslim dan mereka berencana untuk mengucap syahadat bersama. Mereka juga akan tinggal bersama, karena tahu bahwa keluarga tak akan menerima keputusan tersebut.
Namun, nyatanya impian itu kandas sebelum terjadi.
Cahaya Islam di Depan Mata
Pada suatu malam di bulan Februari, Zaynah merasa sangat kesal dan kecewa. Ia pun akhirnya melihat cahaya melalui jendela kamarnya.
“Saya sangat kesal, dan pada suatu malam di bulan Februari saya sangat kecewa ketika saya melihat cahaya putih terang bersinar melalui tirai saya, saya jatuh di Sajdah dan saya melafalkan syahadat saya, dan itulah aku adalah muslim,” ujarnya.
Ia akhirnya mengucapkan syahadat di usia 25 tahun. Pencariannya berjalan selama 5 tahun.
Setelah itu ia mulai melakukan shalat lima kali dan merasa lebih baik karenanya. Ia pun akhirnya memberanikan diri untuk mengatakan hal ini pada kedua orangtuanya.
“Saya tidak pernah bisa menjelaskan betapa senangnya saya setelah shalat. Saya mengatakan yang sebenarnya kepada orang tua saya karena tekanan untuk menikah, dan seperti yang saya duga, mereka tidak mengakui saya, tetapi Insya Allah mereka akan datang suatu hari nanti.
Seiring berjalannya waktu, Zaynah menyadari bahwa ternyata Islam bukanlah sekedar agama, tetapi ia adalah cara hidup yang telah ia pilih.