Muslimahdaily - Betapa Islam agama yang mudah. Ibadah wajib diberi keringanan dengan adanya shalat jamak, yakni menggabungkan shalat Dzuhur dan Ashar, atau Maghrib dan Isya. Keringanan ini pun tak hanya berlaku saat safar, namun cukup banyak udzur yang membolehkan seseorang menjamak shalat. Apa saja?
1.Hujan
Ternyata hujan dapat menjadi alasan seorang muslim untuk menjamak shalat. Udzur ini biasa dikenal di masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas. Ia berkata,
“Rasulullah pernah menjamak shalat Dzuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena keadaan takut dan bukan pula karena hujan.” (HR. Muslim).
Menjelaskan hadits di atas, Syekh Al Albani menuturkan bahwasanya ucapan Ibnu Abbas sebagai pertanda di masa nabi sudah dikenal menjamak shalat karena hujan. Hal ini diketahui dari perkataan sang shahabat, “Bukan karena takut dan bukan pula karena hujan.”
Pendapat ini dikuatkan dengan perbuatan shahabat Ibnu ‘Umar yang menyetujui adanya jamak shalat saat hujan. Imam Malik meriwayatkan dari Nafi’, “Apabila para amir (imam shalat) menjamak shalat Maghrib dan Isya’ ketika hujan, Ibnu ’Umar ikut menjamak shalat bersama mereka.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’. Hadits shahih).
2.Takut
Sebagaimana hadits di atas, selain hujan, takut juga menjadi udzur seseorang untuk menjamak shalat. Adapun takut di sini, tak diketahui apakah takut karena serangan musuh, ataukah takut karena kondisi cuaca yang buruk. Allah wa rasuluhu a’lam.
3.Sulit
Dalam kondisi sulit untuk mengerjakan shalat tepat waktu, menjamak shalat juga diperbolehkan syariat. Rasulullah pun pernah melakukannya karena alasan ingin memudahkan umat beliau. Udzur ini diketahui dari kelanjutan hadits sebelumnya, yakni hadits Ibnu ‘Abbas.
Dari Ibnu ’Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah pernah menjamak shalat Dzuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena keadaan takut dan bukan pula karena hujan.”
Diriwayatkan Mu’awiyah, seseorang bertanya kepada Ibnu ’Abbas, “Apa yang Rasulullah inginkan dengan melakukan seperti itu (yakni menjamak shalat)?” Ibnu ’Abbas menjawab, ”Beliau ingin tidak memberatkan umatnya.” (HR. Muslim).
4.Sakit
Sakit menjadi bagian dari kondisi sulit yang dimaksud Nabi dalam menjamak shalat. Dalam Majmu’ah Al Fatawa, Ibnu Taimiyyah menjelaskan, Rasulullah menjamak shalat dengan tujuan menghilangkan kesulitan umatnya. Kesulitan adalah sesuatu yang telah Allah hilangkan dari umat ini.
Allah berfirman, “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78).
Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Hadits-hadits seluruhnya menunjukkan bahwa Nabi menjamak shalat dengan tujuan menghilangkan kesempitan dari umatnya. Jamak karena sakit yang mana orang yang sakit akan merasa kesulitan jika harus shalat pada waktunya, adalah suatu hal yang lebih layak lagi.”
5.Becek
Sebagaimana hujan, jalanan yang becek pun menjadi udzur untuk menjamak shalat. Keduanya juga menjadi udzur bagi pria untuk tidak shalat jamaah di masjid. Bahkan Ibnu Abbas meniadakan shalat jum’at karena jalanan yang becek atau penuh lumpur.
Sang shahabat radhiyallahu ‘anhu mengatakan kepada mu’adzin pada saat hujan, “Janganlah engkau ucapkan ’Hayya ’alash shalaah’. Tetapi ucapkanlah ’Shalluu fii buyutikum’ (shalatlah di rumah kalian).“
Lalu perawi mengatakan, “Seakan-akan manusia mengingkari perkataan Ibnu Abbas tersebut.” Lalu Ibnu Abbas mengatakan, “Apakah kalian merasa heran dengan hal itu. Sungguh orang yang lebih baik dariku telah melakukan seperti ini. Sesungguhnya (shalat) Jum’at adalah suatu kewajiban. Namun aku tidak suka jika kalian merasa susah (berat) jika harus berjalan di tanah yang penuh lumpur.” (HR. Muslim).
6.Dingin dan Angin Kencang
Udzur atau alasan lain yang juga diperbolehkan untuk menjamak shalat yakni ketika hawa sangat dingin dan angin bertiup sangat kencang. Keduanya haruslah terjadi bersamaan. Jika hanya dingin saja, atau angin kencang saja, maka gugurlah udzur untuk menjamak shalat. Seseorang boleh menjamak jika kondisi yang sangat dingin sekaligus angin bertiup sangat kencang hingga sangat menyulitkan.
Sebagaimana hadits dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah biasa mengumandangkan adzan ketika malam yang hujan dan malam yang dingin disertai angin kencang, lalu diucapkan ‘shalatlah di rumah-rumah kalian’.” (HR. Ibnu Majah).
Menurut Al Qadhi Abu Ya’la, semua udzur yang menjadi sebab dibolehkannya meninggalkan shalat jamaah dan shalat jum’at, maka menjadi udzur pula untuk menjamak shalat.
7.Wanita Istihadhah dan Menyusui
Khusus bagi wanita, terdapat dua udzur untuk menjamak shalat. Yakni saat mengalami istihadhah atau darah penyakit, serta saat menyusui. Dua kondisi ini termasuk dalam kategori menyulitkan dalam hadits umum yang disebutkan nabi.
Wanita istihadhah dalam kondisi sulit karena harus mengganti pembalut setiap kali waktu shalat, dan harus memperbarui wudhu serta menahan dengan sesuatu agar darah tak keluar. Adapun wanita menyusui pula harus selalu mengganti pakaian acap kali shalat karena selalu dikencingi si bayi.
Pendapat inilah yang dipilih Al Qadhi Abu Ya’la dalam Majmu’ Al Fatawa. Ia menuturkan, “Dibolehkan menjamak shalat bagi orang sakit, wanita yang mengalami istihadhah dan wanita yang menyusui (yang harus sering berganti pakaian karena dikencingi oleh anaknya).”
Selain tujuh alasan diatas, terdapat udzur lain yang membolehkan muslimin untuk menjamak shalat. Selama perkara itu sangat menyulitkan, maka dapat menjadi uzur untuk menjamak shalat. Meski demikian, menjamak shalat tidak boleh dirutinkan. Islam memang agama yang mudah, namun bukan berarti dibolehkan untuk bermudah-mudahan dalam menjalankan syariat agama.