Keumalahayati, Lakasamana Wanita Pemimpin 2000 Janda yang Membuat Penjajah Ketakutan

Muslimahdaily - Dengan semangat yang berapi-api, ia pimpin sebanyak 2000 janda melawan pasukan Belanda. Teriakannya mengalahkan suara deburan ombak di lautan bersamaan dengan kegigihannya memperjuangkan tanah Aceh. Tak diragukan lagi, Laksamana Malahayati membuat bergidik bangsa-bangsa adidaya pada masa itu.

Aceh, satu diantara sekian banyak dearah di Indonesia yang melahirkan para mujahid dan mujahidah. Hal tersebut tak lepas dari sifat-sifat religius para penduduknya. Sehingga menjadikan Aceh sebagai satu-satunya daerah di Indonesia yang tak pernah dikuasai oleh penjajah. Salah satunya muhahidah yang bernama Keumala Hayati,  seorang muslimah pertama di dunia yang menjadi laksamana di zaman pelayaran modern.

Keumalahayati lahir dikalangan keluarga para pejuang Aceh, membuat darah ksatria mengalir di dalam tubuhnya. Ayahnya adalah Laksamana Mahmud Syah, panglimah Kerajaan Aceh. Sedangkan ibunya telah meninggal dunia saat ia masih kecil. Kakeknya adalah Muhammad Said Syah, yang juga seorang laksamana terkemuka.

Kakek buyutnya, Sultan Salahuddin Syah adalah pemimpin kesultanan Aceh. Sultan Salahuddin Syah merupakan putra Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah yang merupakan pendiri Kesultanan Aceh. Sejak kecil, Malahayati telah diajak ayahnya berlayar. Karena itu, ia tak asing lagi dengan laut dan membuatnya bercita-cita menjadi pelaut handal seperti ayahnya.

Setelah lulus dari pesantren, ia melanjutkan pendidikannya ke akademi militer jurusan angkatan laut Kerajaan Aceh, Ma’had Baitul Makdis. Disinilah ia bertemu dengan seorang kakak kelasnya yang kemudian menjadi suaminya. Setelah lulus, ia diangkat menjadi Komandan Protokol Istana Darud-Dunia Kerajaan Aceh Darussalam. Sedangkan suaminya sebagai laksamana.

Namun suaminya gugur dalam pertempuran melawan Portugis. Malahayati dialanda duka. Tapi semangatnya tak pudar, ia kemudian meminta kepada raja Aceh yang berkuasa pada saat itu untuk membentuk armada perang yang berprajuritkan para janda pejuang aceh yang gugur pada pertempuran melawan Portugis itu.

Permohonannya dikabulkan, ia kemudian menjadi Pangliman Armada Inong Balee atau Armada Perempuan Janda. Malahayati sendiri yang melatih 2000 janda menjadi pasukan yang tangguh. Armada ini membangun benteng di Teluk Kreung Raya, disini tempat mengawasi Selat Malaka dan armada-armada asing yang melintas. Armada ini juga dilengkapi seratus lebih kapal perang.

Adalah 21 Juni 1599, saat pasukan Belanda yang dipimpin Cornelius dan Frederick de Houtman datang ke Aceh. Namun, niat buruk mereka sudah diketahui Malahayati. Ia kemudian mengerahkan pasukannya melawan pasukan Belanda. Dan pada akhirnya Frederick de Houtman dijadikan tawanan selama dua tahun, sedangkan Cornelius de Houtman berhasil dibunuh melalui pertarungan sengit satu lawan satu dengan Malahayati. Setelah itu Mahalayati dianugerahi gelar Laksaman oleh Kerajaan Aceh.

21 November 1600, Belanda kembali menyerang Aceh. Kali ini dibawah pimpinan Paulus van Caerden, mereka menenggelamkan kapal-kapal berisi rempah-rempah di pantai Aceh.

Setelah terjadi beberapa insiden, Laksamana Malahayati melakukan perundingan dengan utusan dari Belanda dengan menghasilkan kesepakatan gencatan senjata dan Belanda yang harus membayar 50.000 gulden sebagai kompensasi.

Kehebatan Laksamana Malahayati terdengar sampai ke telinga Ratu Elizabeth I yang memilih jalan damai dalam membuka jalur pelayaran ke Jawa melalui surat diplomatik.

Sejumlah sumber sejarah menyebut Malahayati gugur saat melawan Armada Portugis pada Juni 1606. Ia dimakamkan di lereng Bukit Kota Dalam, yang berjarak 34 kilometer dari Banda Aceh.

 

Add comment

Submit