Muslimahdaily - Hagia Sophia menjadi kluster baru COVID-19 di Turki. Para ahli kesehatan setempat mengatakan kepada Arab News, situasi pandemi di Turki semakin memburuk dalam satu bulan belakangan. Penyebabnya diduga saat pembukaan Hagia Sophia pada Jumat (24/7) lalu, ribuan orang jamaah shalat tanpa memerhatikan protokol kesehatan. Tak pelak, tindakan masyarakat tersebut mengundang kekecewaan dari para tenaga medis.
“Saya percaya hal tersebut membuat banyak tenaga kesehatan kecewa. Kejadian tersebut bisa saja mengacaukan usaha para tenaga medis untuk mengontrol virus ini dalam beberapa bulan belakangan ini,” ujar Dr. Ergin Kocyildirim, Ahli Bedah Kardiotoraksik Anak dan Asisten Profesor di Departemen Bedah Kardiotoraksik di Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh.
Masyarakat berkerumun di Hagia Sophia dan sekitarnya pada Jumat (24/7), untuk melihat dan mengikuti pembukaan Hagia Sophia menjadi masjid kembali, setelah 86 tahun. Sekitar 350 ribu orang datang, dan dari 500 tamu masuk ke masjid, beberapa orang sudah didiagnosis positif COVID-19. Namun, masyarakat tidak memerhatikan social distancing dan tidak memakai masker.
“Sayang sekali, saat pembukaan Masjid Hagia Sophia ribuan orang berkumpul tanpa memerhatikan social distancing dan tidak memakai masker. Berbagai kota dari Anatolia mengelola bus kunjungan ke acara itu (pembukaan Masjid Hagia Sophia). Tidak ada yang tahu apakah mereka mendapatkan ijin bepergian dari Kementerian Kesehatan, atau apakah mereka duduk dengan memerhatikan social distancing saat transit,” papar Murat Emir, seorang anggota parlemen yang juga berprofesi sebagai dokter.
Penambahan kasus COVID-19 di Turki per hari mulai meningkat dan menebus angka 1,000 setelah liburan Idul Adha. Namun laporan dari pemerintah ini diperdebatkan kebenarannya oleh para tenaga kesehatan dan Asosiasi Medis Turki (TTB). Mereka mengklaim bahwa data harian sebenarnya bisa mencapai lebih dari tiga ribu kasus.
Kementerian Kesehatan Turki juga dikritik karena membuka jalan bagi usaha pariwisata, menormalkan aktivitas perekonomian, dan mengabaikan metode filiation, sebuah cara untuk menurunkan jumlah kasus dengan melakukan contact tracing.
“Ribuan tenaga kesehatan berjuang melawan COVID-19 dan puluhan warga meninggal dunia karena pandemic. Semua orang, terutama pejabat pemerintahan, seharusnya lebih bertanggung jawab (dalam masalah pandemi),” ujar Emir.
Dilansir dari laman WHO, diakses pada Jum’at (14/8), jumlah kasus positif COVID-19 mencapai 244,392 orang, dan sudah memakan korban 5,891 orang di Turki. Hingga saat ini Turki masih ditetapkan sebagai negara yang belum aman untuk dikunjungi menurut Uni Eropa (EU).