Muslimahdaily - Sebuah bahtera hendak berlayar mengarungi lautan dalam. Penumpangnya telah berbaris, bersiap naik ke kapal yang megah. Kapal itu sangat besar hingga memiliki dua tingkat, satu di bagian bawah, dan satu lagi berada di atas.
Namun dua tingkat tersebut ternyata membawa masalah. Orang-orang berebut menjadi penumpang di bagian atas kapal.
Tentulah bagian atas kapal jauh lebih nyaman. Pemandangan laut terbentang luas. Gemuruh air terdengar jelas. Dan yang paling utama, di atas kapal orang-orang bisa menyentuh hangatnya air laut dan mengambilnya sesuka hati.
Untuk mengatasi berebutnya pembagian tempat duduk penumpang, dibuatlah sebuah undian. Seorang yang mendapat undian atas, maka ia berhak menjadi penumpang di lantai atas bahtera.
Adapun yang mendapat undian bawah, maka ia harus masuk ke bagian bawah kapal. Terbagilah dua jenis penumpang dari undian tersebut. Sebagian penumpang naik ke bagian atas, sementara sebagian lain masuk ke bagian bawah kapal.
Berangkatlah bahtera tersebut setelah semua penumpang naik. Tak ada masalah di jam-jam awal perjalanan. Semua penumpang menikmati perjalanan mengarungi samudra.
Namun beberapa saat kemudian, penumpang di bawah kapal membutuhkan air. Mereka pun mulai naik ke atas kapal untuk mengambil air. Satu penumpang, dua penumpang, makin banyak penumpang di bawah kapal yang membutuhkan air. Mereka berbondong-bondong ke bagian atas kapal. Mereka naik turun kapal hanya untuk mengambil air.
Penumpang di atas pun mulai terganggu. Kenyamanan mereka terusik dengan hilir mudik penumpang dari bawah kapal untuk mengambil air. Sementara penumpang di bawah kapal pun merasa tak enak hati karena dianggap mengganggu. Selain itu, mereka juga merasa kelelahan karena harus naik ke atas kapal acap kali membutuhkan air.
Semua penumpang di bagian bawah kapal pun berkumpul. Mereka membicarakan masalah yang dihadapi tentang kebutuhan air. Namun tak ada solusi kecuali harus naik ke atas kapal untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Mengingat perjalanan masih panjang dan mereka berada di tengah lautan.
Hingga sebuah usulan pun muncul. “Bagaimana jika kita buat sebuah lubang di kapal ini? Kita bisa mengambil air melalui lubang itu dan tak perlu lagi mondar-mandir naik ke atas kapal.”
Para penumpang riuh riang mendengar usulan tersebut. Mereka senang mendapatkan solusi tanpa tahu akibatnya. Yang mereka pikirkan hanyalah terpenuhinya kebutuhan sehingga lalai tak melihat kesalahan. Mereka semua pun sepakat mengeksekusi usulan tersebut. Yakni membuat sebuah lubang di bagian bawah kapal sebagai tempat untuk mengambil air. Allahu akbar!
Keriuhan penumpang bawah membuat penumpang atas mendengarnya. Mereka mendengar usulan gila tersebut dan melihat penumpang bawah benar-benar akan melubangi kapal.
Mereka tahu betul bahwa melubangi kapal adalah sebuah kesalahan. Namun mereka tutup mata dan telinga tak mau tahu urusan penumpang bawah. Mereka terbuai dengan kenyamanan di atas kapal dan tak peduli apa pun yang diperbuat penumpang bawah.
“Asalkan penumpang bawah tak mengganggu, biarkan saja mereka membuat kesalahan,” “Toh kesalahan itu dilakukan mereka dan bukan kita,” “Biarkan saja orang-orang bodoh itu,” “Mereka hanya ingin memenuhi kebutuhan hidup, jadi tak perlu lah disalahkan,” “Mereka yang salah, ngapain kita yang repot,” “Mereka yang berdosa dan bukan kita,” komentar demi komentar keluar dari penumpang atas kapal. Tak ada satu pun dari mereka yang bersedia mengingatkan penumpang bawah kapal.
Lalu saat penumpang bawah benar-benar membuat lubang, air laut spontan saja masuk ke dalam kapal melalui lubang tersebut. Begitu derasnya air masuk melalui lubang di bagian bawah kapal. Dengan cepat, kapal pun karam. Korban bukan hanya penumpang bawah kapal, namun juga penumpang di bagian atas kapal. Seluruh penumpang tenggelam dan binasa.
Kisah tersebut dijabarkan dari sebuah cerita perumpamaan yang disampaikan Rasulullah. Beliau Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang menegakkan agama Allah dan orang yang melanggarnya seperti sekelompok orang yang diundi untuk naik kapal.
Sebagian mendapat undian di atas, sebagian lain di bawah. Orang di atas bebas mengambil air. Orang di bawah harus naik jika ingin mengambil air. Kemudian mereka sepakat untuk melubangi kapal. Jika yang di atas membiarkan orang di bawah melakukannya, mereka akan binasa. Jika dia raih tangan orang itu maka ia akan selamat dan (selamat pula) orang-orang yang bersamanya,” (HR. Al Bukhari, Ahmad, dan Tirmidzi).
Saat ini muslimin tengah mengarungi bahtera bersama. Seorang yang mengetahui ilmu, hendaklah memberikan peringatan kepada orang yang melakukan kesalahan. Inilah kisah yang sangat pas dalam menggambarkan pentingnya amar ma'ruf nahi munkar.
Jika orang saleh bersikap apatis pada dosa dan kesalahan orang lain, maka dampaknya akan ditimpa seluruh kaum muslimin.
Maka jangan heran saat negeri muslim tetap saja dilanda bencana alam, bencana ulah tangan, krisis keuangan, krisis pemimpin, kejahatan merajalela, kecelakaan terus melanda, dan keburukan-keburukan lainnya. Tanyakan pada diri, sudahkah melakukan amar ma’ruf nahi munkar?