Muslimahdaily - Jauh sebelum zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, terdapat kisah orang-orang beriman, yaitu Ashhabul Ukhdud. Menceritakan tentang raja yang rela membakar mereka, orang-orang saleh yang beriman kepada Allah. Kisah pembantaian ini sungguh syarat akan nilai, bahkan Allah telah sampaikan juga dalam firman-Nya.

“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al Buruj: 1-9).

Kisah ini berawal dari permintaan si tukang sihir tua pada sang raja. "Sesungguhnya aku sudah tua. Utuslah kepadaku seorang anak yang akan aku ajari sihir.” Tanpa tunggu lama, sang raja akhirnya menemukan seorang pemuda untuk menjadi murid di penyihir tua itu. Namun, saat perjalanan menuju tukang sihir, pemuda tersebut bertemu dengan rahib (pendeta), kemudian ia duduk dan mendengarkan percakapan rahib hingga ia dibuat takjub.

Hal itu membuat pemuda tersebut telat menemui tukang sihir, ia pun mendapat hukuman berupa pukulan. Tak terima, ia pun mengadu pada rahib yang ia temui di perjalanan menuju tukang sihir. Rahib pun akhirnya memberikan saran pada pemuda itu, "Jika engkau khawatir pada tukang sihir tersebut, maka katakan saja bahwa keluargaku menahanku. Jika engkau khawatir pada keluargamu, maka katakanlah bahwa tukang sihir telah menahanku.”

Hingga pada suatu peristiwa, pemuda tersebut dihadang oleh binatang buas. Pemuda itu lalu berkata, “Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah rahib itu.” Setelah itu ia mengambil batu dan berkata “Ya Allah, apabila perkara rahib itu lebih dicintai di sisi-Mu daripada tukang sihir itu, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang banyak dapat berlalu." Lalu binatang buas tersebut terbunuh dan pemuda tersebut langsung memberitahu rahib.

Rahib berkata, "Wahai anakku, saat ini engkau lebih mulia dariku. Keadaanmu sudah sampai padatingkat sesuai apa yang saya lihat. Sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan, maka jika benar demikian, janganlah menyebut namaku."

Atas izin Allah, pemuda tersebut dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Hingga sahabat raja yang buta datang membawa banyak hadiah kepada pemuda tersebut dan berkata, "Ini semua bisa jadi milikmu asalkan engkau menyembuhkanku." Pemuda itu menjawab, "Aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun. Yang mampu menyembuhkan hanyalah Allah. Jika engkau mau beriman pada Allah, aku akan berdoa pada-Nya supaya engkau bisa disembuhkan. Kemudian, ia pun beriman dan Allah memberikannya kesembuhan.

Sahabat raja itu pun akhirnya mendatangi raja dan berkata kepadanya, bahwa Rabb (Tuhan) yang telah menyembuhkannya. Sang raja kaget dan bertanya, "Apa engkau punya Rabb (Tuhan) selain aku?" Sahabatnya menjawab, bahwa Rabbnya dan Rabb raja sama,yaitu Allah. Karena kemarahannya merasa diduakan, raja itu rela menyiksa sahabatnya sendiri.

Tiba suatu hari, sang raja bertemu dengan pemuda beriman itu dan menyuruhnya untuk kembali pada ajaran sang raja. "Kembalikan pada ajaranmu!". Dengan tekad dan keimanan yang kokoh, pemuda itu menolak perintah sang raja. Raja pun geram dan akhirnya menyuruh para pasukannya membawa pemuda tersebut mendaki gunung. Perintahnya adalah, apabila sampai di puncak pemuda tersebut kembali kepada ajaran sang raja, maka ia terbebas. Namun, apabila tidak demikian, maka pemuda itu akan dilempar dari atas gunung.

Dengan penuh keimanan, pemuda tersebut berdoa pada Allah, "Ya Allah, cukupilah aku dari tindakan mereka dengan kehendak-Mu." Atas izin Allah, gunung itu akhirnya terguncang hebat sehingga membuat para pasukan terjatuh, kecuali pemuda yang beriman itu.

Mencoba untuk kedua kalinya, sang raja meminta pasukannya yang lain membawa pemuda tersebut ke tengah lautan. Apabila pemuda tersebut bersedia kembali kepada ajaran sang raja maka ia akan dibebaskan, apabila tidak maka ia akan ditenggelamkan. Pemuda itu pun kembali berdoa pada Tuhannya. "Ya Allah, cukupilah aku dari tindakan mereka dengan kehendak-Mu." Atas izin Allah, perahu yang dinaiki mereka pun terbalik hingga tenggelam, lagi-lagi hanya pemuda itu yang Allah selamatkan.

Pemuda tersebut akhirnya berkata pada sang raja, bahwa ia tak akan bisa membunuhnya kecuali telah memenuhi beberapa syarat. "Kumpulkanlah rakyatmu di suatu bukit. Lalu saliblah aku di atas sebuah pelepah. Kemudian ambillah anak panah dari tempat panahku, lalu ucapkanlah, "Bismillah robbil ghulam, artinya: dengan menyebut nama Allah Tuhan dari pemuda ini."

Lantas raja pun melakukan hal tersebut, anak panahnya terkena pelipis pemuda tersebut lalu ia pun mati. Rakyat yang menyaksikan hal tersebut berkata, "Kami beriman pada Tuhan pemuda tersebut. Kami beriman pada Tuhan pemuda tersebut." Raja memerintahkan untuk membuat parit dan dinyalakan api di dalamnya. Raja berkata, "Siapa yang tidak mau kembali pada ajarannya, maka lemparlah ia ke dalamnya."

Hingga rakyat tersebut tetap beriman kepada Allah dan dimasukkan ke dalam parit. Seorang ibu yang menggendong bayinya merasa tidak berani ketika akan masuk ke dalam parit, hingga sang bayi berkata, "Wahai ibu, bersabarlah karena engkau di atas kebenaran." (HR. Muslim no. 3005).

Sumber: Kisah Muslim dan Rumaysho

Alfanita

Add comment

Submit