Muslimahdaily - Suara tangismu nian menyayat hati, membangunkan hati kami tuk turut serta menangisi dosa-dosa yang menyelimuti diri ini. Wahai Sya’wanah al-Ubullah, namamu memang tak sepopuler para sufi lainnya. Namun penghambaanmu kepada Allah, sungguh membuat iri kami. Bagaimana bisa kau selalu hiasi matamu dengan penuh air mata, dan semua itu semata-mata kau lakukan sebagai bentuk rasa tunduk dan takutmu kepada-Nya.
Wahai Sya’wanah perempuan dari Persia! Betapa indahnya julukkan yang kau miliki. Dari kegemaranmu menangisi diri, Imam al-Sulami pun menjulukkimu dengan sebutan “al-bâkiyât” (perempuan yang gemar menangis). Sementara itu, Shifah al-Shafwah karya Imam Abu al-Farj Ibnu al-Jauzi disebutkan bahwa Imam Mudhar pernah mengatakan: “Aku tidak (pernah) melihat seorang pun yang lebih kuat atas banyaknya tangisan dari Sya’wanah.”
Imam Abdurrahman al-Sulami dalam Thabaqât al-Shûfiyyah wa yalîhi Dzikr al-Niswah al-Mura’abbidât al-Shûfiyyât mengatakan: “Sya’wanah tinggal di Ubullah. Ia adalah seorang perempuan yang mengagumkan, berusara merdu, bagus bacaan Al-Qur’annya, memberi nasihat kepada banyak orang dengan membacakan ayat-ayat Allah Subhanahu wa ta'ala. dan sunnah nabi-Nya. Hadir di majelis orang-orang zuhud, ahli ibadah, dan orang yang sedang berupaya mendekati Allah Subhanahu wa ta'ala.”
Dalam perjalananmu berada di tahap itu pun kami ketahui sungguh sangat tidak mudah, wahai Sya’wanah. Bagaimana tidak? Sya’wanah yang sebelumnya dikenal sebagai seorang perempuan yang hampir setiap hari pergi ke tempat-tempat hiburan. Sebab suatu kisah ia mendapat hidayah-Nya yang tak terduga.
Pada suatu hari, saat itu kau sedang bersama budak-budak perempuanmu berjalan menyusuri satu gang di Bashrah. Lalu ketika dirimu sampai di depan pintu rumah, kau mendengar suara teriakkan yang begitu menusuk gendang telinga. Dirimu berkata, “Subhanallah, begitu memilukan. Suara apa itu?.” Kau pun segera menyuruh budak perempuanmu untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi.
Budak yang disuruh pun pergi menunaikan tugas yang kau beri. Namun ia tak kunjung kembali. Sya’wanah, kau pun kembali menyuruh salah satu budak perempuanmu yang lain untuk melihat apa yang sedang terjadi. Si budak itu pun pergi, namun ia juga tak kembali.
Hingga untuk kesekian kali, dirimu kembali memerintahkan salah seorang budak perempuanmu yang lain untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi sambil berpesan agar budaknya itu cepat kembali. Budak perempuan tersebut pun pergi dan syukur segera kembali.
Budak perempuan tersebut berkata, “Tuan putri, teriakan tadi bukan teriakan orang-orang yang sedang berduka karena ada yang sedang meninggal dunia, tetapi itu tangisan orang-orang yang sedang menyesali dosa-dosanya, tangisan orang yang sedih karena penuhnya catatan hidup mereka dengan goresan-goresan tinta hitam maksiat.”
Setelah menerima laporan budak perempuanmu itu, kau pun segera pergi ke balkon rumah. Lalu dari atas balkon itu, dirimu melihat seorang pendakwah yang dikelilingi oleh sekelompok orang. Pendakwah itu sedang memberikan nasehat dan wejangan kepada mereka, mengingatkan mereka akan siksa Allah Subhanahu Wa Ta’ala, hingga mereka pun bercucuran air mata.
Wahai Sya’wanah, tatkala kau ikut bergabung dengan mereka, sang pendakwah sedang membacakan ayat al-Qur’an: “Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya. Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan belenggu, mereka mengharapkan kebinasaan.” (Q.S. al-Furqan: 12-13)
Setelah mendengar lantunan ayat tersebut, bagai belati yang menancap dan merobek tubuh, dirimu pun merasakan sakit dan kepedihan yang menusuk kalbu. Kau kemudian berkata, “wahai syaikh, aku adalah salah satu orang hina penghuni tempat sempit itu di neraka. Jika aku bertaubat, apakah Tuhan akan mengampuniku?.”
Sang pendakwah menjawab, “Tentu, jika engkau bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, walaupun dosamu sebanyak dosa Sya’wanah.”
Sya’wanah, kau pun berkata, “wahai Syaikh, Sya’wanah (Yang Anda sebut tadi) adalah saya, yang setelah ini tidak akan lagi berbuat dosa.” Sang pendakwah berkata, “Allah Subhanahu wa ta'ala. adalah Zat Yang Maha Penyayang dari segala penyayang, tentu engkau akan diampuni jika mau bertaubat kepada-Nya dengan taubat yang sebenar-benarnya.”
Setelah berdialog dengan pendakwah itu, kau pun menangis Sya’wanah. Air matamu turun seolah-olah menyesali segala perbuatan buruk yang pernah kau lakukan. Kemudian kau pun memutuskan untuk memerdekakan seluruh budak perempuanmu serta menyibukkan dirimu dalam beribadah. Kau pun bertekad untuk menebus dosa-dosa yang pernah kau perbuat. Bahkan kau lakukan itu sampai tubuhmu kurus dan tak berdaya lagi, sebab terlalu sering menangisi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh diri.
Betapa malunya diri kami akan dirimu, wahai Sya’wanah. Kau yang telah tersadar dengan segala kuasa-Nya, mampu menyibukkan diri untuk menangisi segala khilaf. Sedangkan kami untuk menangis rasanya masih terlalu sulit, seakan-akan mata ini telah kering dari air mata. Dengan mendengarkan kisahmu, semoga dapat selalu menjadi pengingat diri. Wallahu ‘Alam