Muslimahdaily - Namanya Kara Allouzi, usia 45 tahun, lahir dan dibesarkan di Amerika. Ia memilih Islam atas keinginannya sendiri. Pernikahannya dengan seorang Muslim tidak mempengaruhi pilihannya, tapi sikap suami dan anaknya sebagai muslim yang baik sangat mempengaruhinya dan menuntunnya ke jalan yang benar.

Pada saat menikah, Kara mulai belajar tentang Islam sedikit demi sedikit. Suaminya adalah contoh Muslim yang menjadikan islam sebagai agama dan pandangan hidup, bukan hanya identitas belaka. 

Selama menikah suaminya tidak pernah memaksa Kara untuk masuk islam namun kehidupan mereka tetap rukun dan harmonis.

Sampai suatu saat suaminya menderita sakit dan harus dirawat. Saat itu ada beberapa orang datang kepada suaminya untuk memberitahu bahwa komunitas muslim telah membuka sekolah islam, lalu sang suami tertarik untuk memasukan anak mereka ke sekolah itu.

Kara menyetujuinya meski ia tidak ingin memasukkan anak-anaknya ke sekolah Muslim, bukan karena ia tidak ingin anaknya menjadi Muslim, tapi ia takut kalau anak-anak dan suaminya Muslim, ia akan menjadi berbeda dan terasing. Tapi ia menyetujui saja karena berusaha menyenangkan suaminya yang sedang sakit.

Saat ia memasukkan anaknya ke sekolah itu, Kara mulai percaya sekolah tersebut memang bagus dan memperlihatkan keindahan agama Islam, tidak hanya sebagai agama tapi juga sebagai pandangan hidup.

Meskipun hatinya diisi dengan moralitas Islam, ia masih merasa belum sempurna. Ia pergi dan mencari petunjuk untuk mengisi kekosongan hatinya. Ia merasa seakan-akan hidupnya lengkap setelah menemukan potongan puzzle yang hilang.

Islam sebagai pilihan terbaik

Ia dibesarkan sebagai Kristen, tapi pada saat yang sama orangtuanya membesarkannya seperti seorang Muslim. Tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah seperti mabuk dan zinah.

Jadi ia merasa seluruh hidupnya Islam tapi tidak tahu bagaimana menemukan Islam. Ayahnya seorang Katolik dan ibunya seorang Protestan. Ketika ayah dan ibunya menikah, mereka dikucilkan dari gereja Katolik sehingga ayahnya kecewa dengan gereja. Orangtuanya mengijinkanya untuk memeluk agama yang paling disenanginya. Tapi masalahnya, setiap ia pegi ke gereja yang berbeda, masing-masing gereja mengatakan hal yang sama. Jika ia tidak pergi ke gereja itu, maka ia akan masuk nereka. Itu menakutkannya. Ia takut salah memilih gereja. Mengapa ia tidak langsung saja berhubungan dengan Tuhan?

Penentu Kesuksesan

Kara Melihat keseimbangan pentingnya kehidupan fisik dengan spiritual dan punya ambisi besar untuk sukses, ia saat ini menjabat sebagai direktur Pusat ESL Amerika di Amman, Yordania. Suaminya sangat mendukung segala impiannya, Kara bersama suaminya saling bekerjasama sebagai keluarga untuk mempromosikan pusat ESL dan juga mengajarkan pemahaman, toleransi antara dua kebudayaan yang berbeda.

Balqis Afifah

Add comment

Submit