Story

Suara keras terdengar dari salah satu pintu rumah sebuah keluarga. Para tetangga tak heran karena pria muda di keluarga tersebut memang terkenal durhaka. Namun hari itu teriakan si pria muda tak seperti biasanya. Dengan lantang ia mengusir pria tua yang bukan lain adalah ayahnya.

Tak pelak lagi bahwa Nabi Isa terlahir sebagai anak yatim. Tanpa ayah, beliau ‘Alaihissalam tumbuh besar di bawah asuhan ibunda Maryam. Tentang Nabi Isa, Al-Qur’an mencatat ucapannya, “Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam: 32).

Iyas bin Mu’awiyyah, seorang ulama sekaligus tabiin utama, membuat orang terheran-heran. Ia menangis tersedu-sedu ketika ibunya meninggal dunia. Masyarakat Basrah begitu merasa heran. Bagaimana mungkin seorang alim yang saleh, seorang qadhi yang bijaksana, tak kuasa menahan air mata atas ujian yang menimpanya.

Adz Dzahabi sangatlah giat menuntut ilmu, mencari hadits, dan mendengar pelajaran dari para ulama. Namun ia hanya bisa berpangku tangan ketika teman-teman sejawatnya pergi ke luar kota untuk belajar pada ulama yang lebih faqih dan memiliki sanad yang lebih tinggi. Alasan Adz Dzahabi sederhana, karena tak ada izin dari sang ayah.

Imam Abu Hanifah tentulah ulama yang paling masyhur di zamannya. Tak hanya dari Kota Kuffah, muridnya datang dari penjuru negeri muslim. Namun di rumah, sang imam hanyalah seorang putra yang sangat penurut pada ibunya. Lucunya, sang ibu tak tahu betapa putranya sangat faqih bahkan yang paling faqih di kotanya.

Artikel Selanjutnya...