Muslimahdaily - Biaya hidup di Indonesia kian melonjak (CNBC Indonesia, 2023). Hasil Survei Konsumen bulan Juni 2023 mengindikasikan bahwa penduduk berpenghasilan dengan pendapatan di bawah 2 juta/bulan, mengalami tekanan signifikan disebabkan oleh tingkat kemakmuran relatif yang tinggi dibandingkan dengan tingkat konsumsi, yang mencapai angka 75,4%. Hal ini juga dipengaruhi oleh penurunan dalam porsi tabungan, penurunan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja sebesar 6,7 poin, dan peningkatan dalam rasio utang terhadap pendapatan (Bank Indonesia, 2023).

Penyebab dari tingginya pengeluaran konsumsi yang mencapai sekitar 75% dari pendapatan masyarakat tidak hanya disebabkan oleh kenaikan harga, tetapi juga oleh gaya hidup yang dianut oleh masyarakat. Belakangan ini, masyarakat semakin mengenal konsep Fear of Missing Out (FOMO), yaitu perasaan cemas dan takut yang muncul karena merasa tertinggal dari perkembangan baru seperti berita, tren, dan hal-hal lainnya (Anggraeni, 2021).

Akhirnya, kecenderungan ini mendorong individu untuk melakukan pengeluaran yang lebih berorientasi pada pengakuan dari pihak luar untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka (Inayati et al., 2024).

Tampaknya, semua segmen masyarakat saat ini menghargai gaya hidup dengan sangat tinggi. Ini mencakup berbagai aspek seperti makanan, pakaian, kesehatan, dan aspek kehidupan sehari-hari lainnya, yang semuanya telah menjadi norma baru dalam gaya hidup masa kini (Mufarizzaturrizkiyah et al., 2020).

Trend saat ini yang diikuti oleh banyak orang merupakan trend gaya hidup yang berlebihan atau hedonis. Seseorang yang mengikuti trend ini cenderung mendorong dirinya untuk mengubah gaya hidupnya dan memiliki kecenderungan perilaku konsumtif (Muslihah, 2023).Namun, tekanan ekonomi dan perubahan dalam gaya hidup masyarakat tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan yang sepadan (Inayati et al., 2024).

Untuk menghadapi tantangan meningkatnya kesenjangan antara pendapatan dan biaya hidup, masyarakat memiliki dua pilihan: meningkatkan pendapatan atau mengurangi pengeluaran. Jika meningkatkan pendapatan tidak memungkinkan, adalah bijaksana untuk fokus pada pengeluaran yang lebih hemat. Dalam situasi di mana pendapatan tetap, mengubah pengeluaran menjadi gaya hidup yang lebih hemat adalah pilihan terbaik.

Frugal Living

Frugal living merupakan tren gaya hidup yang semakin populer saat ini yang menggambarkan kemampuan bertahan hidup dalam situasi yang tidak selalu ideal. Frugal living diperlukan untuk hidup sesuai dengan cara kita sendiri, dengan tujuan menjaga diri dan keluarga dari perangkap utang konsumtif. Frugal living tidak berarti hidup dalam kesedihan atau kikir, melainkan tentang pengelolaan sumber daya secara bijaksana dan ekonomis (Taylor-Hough, 2011).

Frugal living dipilih sebagai respons terhadap keadaan dan situasi tertentu (Kusumawardhany, 2023). Artinya, setiap individu memiliki standar yang berbeda dalam menanggapi situasi yang beragam. Pengalaman-pengalaman yang berbeda akan membentuk standar frugality secara pribadi yang bersifat individual (Inayati et al., 2024).

Maka, frugal living merupakan gaya hidup di mana seseorang secara sadar mengelola alokasi dana mereka dengan kehati-hatian (mindfully), yang membutuhkan analisis dan strategi yang baik untuk mencapai tujuan keuangan yang terukur di masa depan (Sibuea, 2022).

Frugal Living dalam Al-Quran

Konsep gaya hidup hemat juga tercermin dalam Al-Qur'an. Salah satu ajaran yang terdapat dalam Al-Qur'an adalah tentang pengelolaan keuangan. Dalam ayat-ayatnya, Allah memberikan peringatan kepada manusia untuk mengelola harta mereka dengan bijaksana (Ghafur, 2009). Adapun gaya hidup frugal living yang dicanangkan Al-Qur’an adalah dengan bersikap hemat, tidak boros atau tidak berlebih-lebihan, dan juga tidak kikir (Munfarida, 1970).

Salah satu ayat yang mewacanakan frugal living adalah Q.S. Al-Isra (17) ayat 26-27 sebagai berikut:

وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا

Artinya: Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.

Dalam Mu'jam al-Mufahras, hanya terdapat dua ayat dalam Al-Qur'an yang membahas tentang perilaku boros, yaitu dalam Surah Al-Isra (17) ayat 26 dan ayat 27. Istilah kunci yang menyoroti konsep konsumsi dalam ayat tersebut adalah "tubaddzir" dan "mubadzirin", yang merujuk pada pemborosan (Ali & Rusmana, 2021).

Sebagian ulama meyakini bahwa ayat ini relevan dengan praktik yang dilakukan oleh masyarakat Arab masa itu yang cenderung menimbun harta lalu menggunakannya untuk kesombongan dan merendahkan orang lain. Ayat ini diturunkan sebagai respons terhadap tindakan kaum musyrik suku Quraisy yang menggunakan kekayaan mereka untuk menghalangi penyebaran Islam, menyembunyikan keluarga mereka, dan mendukung musuh Islam (Ar-Raziy, 1981).

Menurut Lisanul 'Arab, kata "tubaddzir", "tabdzir", dan "mubaddzirin" berasal dari akar kata "badzara", yang turunannya dari "badzru" yaitu menabur benih. Namun, "al-badzra malahu" merujuk pada perilaku menghambur-hamburkan harta, yang dapat merusak kekayaannya dan menggunakan harta tersebut tidak pada jalur kebaikan. Istilah "tabdzīr" sendiri adalah bentuk kata yang menunjukkan sifat suka menghambur-hamburkan harta (Ibn Manzhur, 1990).

Menurut Ibnu Mas’ud, at-tabdzir adalah menghabiskan harta tidak sesuai dengan jalan yang benar. Pendapat lain dari Mujahid menyatakan bahwa jika seseorang mengeluarkan semua hartanya untuk kebaikan, maka tidak dianggap tabzdir, tetapi jika dia hanya mengeluarkan sedikit dari hartanya untuk tujuan yang tidak benar, maka termasuk tabdzir. Kemudian, Qatadah juga mengatakan bahwa tabdzîr adalah mengeluarkan harta untuk melakukan dosa terhadap Allah, bukan untuk hal yang benar, dan menyebabkan kerusakan (Ibn Katsir, 1999).

Menurut Afzalur Rahman, pemborosan memiliki tiga konotasi. Pertama, pengeluaran harta untuk hal-hal yang dilarang seperti judi, minuman keras, dan sebagainya, terutama jika dalam jumlah besar. Kedua, pengeluaran berlebihan untuk barang-barang yang halal, baik dalam atau di luar kemampuan seseorang. Ketiga, pengeluaran untuk tujuan amal saleh namun dilakukan hanya untuk pamer (Afzalurrahman, 1995).

Maka singkatnya, Q.S. Al-Isra (17) ayat 26-27 menegaskan larangan terhadap perilaku pemborosan manusia. Konsumsi seharusnya terfokus pada apa yang dibutuhkan, bukan pada keinginan semata, karena kebutuhan (needs) tidak selalu sebanyak keinginan (wishes), dan keinginan sering kali melebihi kemampuan finansial yang dimiliki (Nengsih & Auliya, 2020).

Adapun ayat lain yang mendukung frugal living adalah perintah untuk tidak berlaku kikir seperti pada Q.S. Ali Imran (3) ayat 180 sebagai berikut:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ بِمَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۗ سَيُطَوَّقُوْنَ مَا بَخِلُوْا بِهٖ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ وَلِلّٰهِ مِيْرَاثُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ࣖ

Artinya: Jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan karunia yang Allah anugerahkan kepadanya mengira bahwa (kekikiran) itu baik bagi mereka. Sebaliknya, (kekikiran) itu buruk bagi mereka. Pada hari Kiamat, mereka akan dikalungi dengan sesuatu yang dengannya mereka berbuat kikir. Milik Allahlah warisan (yang ada di) langit dan di bumi. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Pesan dari ayat di atas adalah agar orang yang kikir tidak menganggap bahwa harta yang mereka kumpulkan akan memberikan manfaat bagi mereka. Sebenarnya, harta tersebut dapat menjadi bahaya bagi keimanan mereka dan terkadang juga merugikan kehidupan dunia mereka. Allah kemudian menginformasikan kepada kita apa yang akan terjadi dengan harta orang yang kikir di hari kiamat (Ibn Katsir, 1999).

Dalam kamus Lisanul ‘Arab, kata "yabkhalūna" mengacu pada sifat yang berlawanan dengan kedermawanan, kemurahan hati, kebaikan hati, dan keramahan. Kata "yabkhalūna" berasal dari akar kata بَخِلَ-يَبْخَلُ-بُخْلٌ "bakhīl" yang berarti kikir (Ibn Manzhur, 1990).

Menurut Imam Al-Ghazali, sifat kikir adalah ketika seseorang membatasi interaksi sosialnya, merasa enggan untuk memberikan harta miliknya kepada orang lain, dan tidak ingin harta yang dimilikinya berkurang (Al-Ghazali, 1988).

Dengan kata lain, konsep frugal living dalam Islam adalah menghindari sifat kikir namun bersikap zuhud dalam menjalani kehidupan karena zuhud sendiri sejalan dengan prinsip hidup hemat, di mana seseorang membatasi pengeluaran untuk barang-barang yang tidak penting dan lebih memprioritaskan kebutuhan yang esensial (Lubis, 2024).

Zuhud pada dasarnya adalah mengadopsi gaya hidup yang minimalis, di mana seseorang menghindari godaan kekayaan dunia dan tidak dikuasai oleh hawa nafsu. Dalam konteks modern, gaya hidup minimalis berarti hanya membeli barang-barang yang benar-benar diperlukan, bukan yang diinginkan semata. Hal ini karena pembelian impulsif sering kali hanya mengakibatkan kerugian dengan memiliki barang yang tidak terpakai.

Hemat penulis, frugal living adalah gaya hidup yang tidak boros dan juga tidak kikir. Frugal living dipandang sebagai solusi dan panduan untuk menghadapi tekanan ekonomi. Ini adalah gaya hidup yang menekankan kesadaran penuh dalam mengelola pengeluaran dengan memperhatikan kepuasan serta mengendalikan pencapaian tujuan keuangan di masa depan dengan cara yang terukur.

Sumber : 

Afzalurrahman. (1995). Doktrin Ekonomi Islam. Dana Bakti Wakaf.

Al-Ghazali, A. H. M. ibn M. (1988). Membersihkan Hati dari Akhlak yang Tercela. Pustaka Amani.

Ali, M. H., & Rusmana, D. (2021). Konsep Mubazir dalam Al-Qur’an: Studi Tafsir Maudhu’i. Jurnal Riset Agama, 1(3), 11–29.

Anggraeni, E. K. (2021, June 8). Fear Of Missing Out (FOMO), Ketakutan Kehilangan Momen. 

Ar-Raziy, M. F. (1981). Tafsir Fakhr ar-Raziy. Daar al-Fikr.

Bank Indonesia. (2023, July 10). SURVEI KONSUMEN JUNI 2023: OPTIMISME KONSUMEN TETAP KUAT. 

CNBC Indonesia. (2023, June 27). Biaya Hidup Rp1-2 Juta di RI, Siap-siap Makan Tabungan! 

Ghafur, W. A. (2009). Menyingkap Rahasia Al Qur’an: Merayakan Tafsir Kontekstual. eLSAQ Press.

Ibn Katsir, A. al-F. I. ibn U. (1999). Tafsir al-Quran al-Azhim (S. ibn M. As-Salamah, Ed.; Vol. 3). Daar ath-Thaybah li an-Nasyr wa at-Tawzi’.

Ibn Manzhur, A. F. (1990). Lisan al-Arab (Vol. 7). Daar ash-Shadr.

Inayati, D. N. I., Jamilah, I., & Sujianti, A. E. (2024). Penerapan Konsep Frugal Living dalam Perencanaan Keuangan Pribadi. Innovative: Journal Of Social Science Research, 4(1).

Kusumawardhany, P. A. (2023). Frugal Lifestyle Trend Among Generation Z (pp. 331–338). 

Lubis, Z. (2024, February 18). Frugal Living menurut Ajaran Islam. 

Mufarizzaturrizkiyah, M., Aziz, A., & Leliya, S. H. (2020). E – COMMERCE PERILAKU GAYA HIDUP KONSUMTIF MAHASISWA MUSLIM Survey pada Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon. CV. Elsi Pro.

Munfarida, E. (1970). PERAN KELUARGA DI ERA BUDAYA KONSUMEN. KOMUNIKA: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 6(1).

Muslihah, S. F. (2023). KONSEP FRUGAL LIVING DALAM AL-QUR’AN (STUDI TEMATIK). Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri.

Nengsih, D., & Auliya, S. (2020). Perspektif Al-Quran Tentang Prinsip-Prinsip Konsumsi. Istinarah: Riset Keagamaan, Sosial Dan Budaya, 2(1)

Sibuea, P. (2022, June 7). Frugal Living, Gaya Hidup yang Patut Ditiru Oleh ASN. 

Taylor-Hough, D. (2011). Frugal Living For Dummies. John Wiley & Sons, Inc.