Muslimahdaily - Media sosial saat ini layaknya kebutuhan primer bagi masyarakat. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun sudah mulai mengenal apa itu Instagram, Facebook, atau Youtube. Banyak manfaat dan pengetahuan yang bisa didapatkan dari media sosial. Banyak pula hal negatif, seperti ujaran kebencian, hinaan, cacian, dan berita bohong yang bertebaran di dalamnya.
Dampak negatif tersebut dapat terjadi karena mudahnya memalsukan identitas di media sosial. Masyarakat dapat dengan mudah dan rasa tidak memiliki tanggung jawab untuk melakukan bullying dan penindasan.
Selain itu, biasanya orang yang menghujat di media sosial menginginkan dirinya diakui dan merasa memiliki kekuatan untuk mengendalikan orang lain. Hal tersebut terjadi karena kurang dekatnya hubungan dengan keluarga atau adanya masalah pribadi.
Menurut Dytha Caturani, Pendiri Purplecode, perlakuan pem-bully-an tersebut kebanyakan terjadi pada kaum hawa dan anak-anak. Pada kasus laki-laki, mereka cenderung diserang ide atau perkataannya. Namun pada perempuan, sasarannya adalah komentar mengenai tubuh atau disebut juga body shaming.
Bentuk pem-bully-an biasanya bermula dari sebuah lelucon. Beberapa mengganggap bahwa itu hanyalah sebuah candaan, namun tidak demikian bagi si korban. Ia yang merasa dirinya dihina akan memikirkan hal tersebut secara terus-menerus hingga menyebabkan dirinya trauma untuk menggunakan media sosial.
Akibat trauma tersebut akan timbul rasa cemas yang berlebihan, merasa bersalah akan postingannya, rasa percaya diri yang menurun, depresi, menyakiti diri sendiri, atau yang lebih parah dapat mengakhiri hidupnya. Jika sudah seperti itu, janganlah ragu untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang. Tindakan pem-bully-an tersebut melanggar UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menurut Dyah Larasati, S.PI., M.Psi., psikolog spesialisasi klinik dewasa, jika menjadi koran bullying, sebaiknya jangan mendengarkan atau acuhkan saja. Sebab, jika melakukan pembalasan, biasanya si pelaku akan melakukan tindakan yang lebih ekstrem dan intens. Selanjutnya, laporkan akun yang terkait kepada media yang bersangkutan.
Dalam kasus ini, dukungan keluarga dan orang terdekat sangat diperlukan. Jadilah pendengar yang baik, merangkul, dan memberikan ruang kepada korban untuk menyampaikan ceritanya. Selain itu, buatlah si korban merasa aman dan nyaman untuk meluapkan rasa amarah, kecewa, atau sedi kepada Anda.
Untuk dampak trauma dari pem-bully-an media sosial ini tergantung setiap individu masing-masing. Korban yang mudah melupakan dan memiliki dukungan yang baik, biasanya akan mengalami trauma yang berlangsung 1-2 bulan. Sedangkan untuk korban yang sulit melupakan dan cenderung larut dalam masalah, pemulihannya akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
“Yuk, kita sama-sama menjaga diri kita masing-masing untuk berpikir dan berbicara atau berkomentar hal-hal yang sifatnya positif, menginspirasi, dan memunculkan semangat orang lain agar tdak menggganggu kesejahteraan orang lain,” ujar Dyah yang dilansir dari akun Youtube Halodoc.
Melihat dampak social media bullying sudah seharusnya kita sebagai pengguna media sosial harus lebih cakap dalam menggunakan internet. Biasakan menerapkan kalimat ambil yang baik, tinggalkan yang buruk dalam segala hal.