Muslimahdaily - "Usaha tidak akan mengkhianati hasil", sepertinya peribahasa tersebut cocok untuk menggambarkan perjuangan Iqra Ismail. Perempuan berhijab berdarah Somalia yang kini tinggal di Southall, London Barat. Iqro merupakan atlet sepak bola dan anak bungsu dari tujuh bersaudara.
Kecintaan terhadap sepak bola bermula saat usianya delapan tahun dan masih duduk di bangku sekolah dasar. Kala itu, gurunya mengatakan bahwa perempuan tak bisa bermain bola. Mendengar pernyataan tersebut, Iqra lantas bertekad bahwa pernyataan gurunya merupakan kesalahan. Setiap kelas di sekolahnya memiliki satu tim sepak bola yang terdiri dari semua anak laki-laki dan satu perempuan. Sayangnya, Iqra tak bisa menjadi posisi satu-satunya perempuan itu.
https://www.instagram.com/p/B8J7XXnAHB-/
"Setiap kelas di sekolah memiliki satu tim sepak bola yang terdiri dari semua anak laki-laki dan satu perempuan. Saya adalah gadis terbaik kedua sehingga tidak akan pernah bisa masuk," ungkapnya.
Sampai akhirnya, ia mendapat kesempatan untuk bergabung dengan tim sekolah. Siapa sangka, ternyata Iqra dapat memberikan penampilan yang memukau di pertandingan pertamanya. Lalu dia berkata kepada pelatih, "Inilah mengapa Anda harus memilih dua gadis."
Di usia 14 tahun, Iqra bergabung dengan klub sepak bola pertamanya. Ketika diberi kit (seperangkat baju seragam) oleh sang pelatih, ia menanyakan tentang alternatif lain yang bisa ia pakai.
"Kit klub itu adalah celana pendek, kaos oblong dan kaus kaki panjang. Saya bertanya kepada pelatih apa alternatif yang ada untuk saya." Namun, sang pelatih menjawab dengan sedikit panik, "Saya tidak tahu, saya belum pernah memiliki pemain Muslim sebelumnya."
https://www.instagram.com/p/B6B5Z4XAAsg/
Tak hanya sampai disitu, Iqra bahkan harus lebih bersabar ketika menghadapi perbedaan dari lingkungan sekitarnya. Seringkali Iqra mendapatkan pertanyaan dari teman-teman setim mengenai agama dan hijab yang dikenakan.
"Iqra, tidakkah kamu merasa panas" dan Iqra menjawab, "Ini bukan tentang itu, ini hal yang religius."
Saat di bulan puasa, teman-temannya juga menanyakan, "Iqra, apakah kamu tidak punya air?" dan Iqra mulai menjelaskan, "Ini Ramadhan jadi saya puasa."
https://www.instagram.com/p/BzoGo1Phk89/
Siapa sangka bahwa ternyata Iqra pernah ditolak oleh klub bola empat kali berturut-turut. Hingga akhirnya ia bisa bergabung dengan salah satu klub di Amerika Serikat. Namun, lagi-lagi dia harus bersabar. Sebab sang ibu melarangnya untuk kesana mengingat sentimen anti-Muslim yang kembali marak.
"Itu menghancurkan bagi saya pada usia itu, sepak bola wanita belum cukup ada di negara ini pada saat itu dan Amerika adalah tempat yang tepat untuk mencapai karir."
Perjuangan dan penolakan yang selama ini ia rasakan, lantas tak membuatnya menyerah begitu saja. Justru hal itu semakin membuatnya kembali bersemangat. Iqra berpikir bahwa apabila tak ada klub yang mau menerimanya, maka ia akan membentuknya sendiri.
Pada akhirnya di usia 19 tahun, Iqra mendirikan NUR Football Club. NUR merupakan singkatan dari 'Never Underestimate Resilience', sebuah klub sepak bola bagi perempuan berkulit hitam dan etnis minoritas. Sekitar 15 orang mendaftar di sesi pertama pada akhir Juni, dan semakin bertambah di minggu-minggu berikutnya.
https://www.instagram.com/p/B8J8AJCArfA/
"Itu nyata. Orang-orang mendatangi saya dan berkata: 'Inilah yang saya cari'" ungkapnya.
Menggapai suatu mimpi memang bukan hal yang mudah. Iqra bahkan memutuskan untuk pindah ke Middlesex yang sebelumnya kuliah di Portsmouth University untuk bisa bermain dan melatih NUR Football Club. Bagi Iqra, ini semua hanyalah permulaan. Kini, klub sepak bolanya telah memiliki empat cabang yaitu di Cardiff, Leicester, Birmingham, dan Liverpool.