Muslimahdaily - Suatu saat, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sedang melakukan tawaf. Tiba-tiba Rasul melihat seorang Arab Badui yang juga sedang tawaf dan berjalan di depannya. Orang Arab Badui tersebut berseru “Ya Karim!” Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang berdiri di belakangnya pun menirunya, “Ya Karim!”
Orang Arab Badui itupun berpindah ke Rukun Tsani. Orang itu berdzikir lagi, “Ya Karim!” Lalu Rasul kembali menirunya, “Ya Karim!” Makan berpindahlah Arab Badui itu ke dekat Hajar Aswad, dan berdoa, “Ya Karim!” Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa salam, dan nabi pun kembali merindunya.
Sang Arab Badui itu menoleh dan berkata kepada Nabi, “Apakah kamu menertawakanku, ya saudaraku? Demi Allah, seandainya bukan karena wajahmu yang bercahaya dan penuh keramahan pasti sudah kulaporkan kau kepada kekasihku, yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam!”
Nabi pun menjawab, “Apakah kamu belum mengenal nabimu, wahai, saudara saudara Arabku?”
Orang Badui itu berkata: “Demi Allah, aku beriman kepadanya walaupun aku belum mengenalnya sejak aku memasuki Mekkah dan aku belum pernah menjumpainya,”
Nabi pun berkata, “Aku ini adalah (Muhammad) nabimu, wahai, saudara Arabku.”
Maka saudara Arab Badui itu pun segera memeluk nabi dan mencium tangan nabi sambil berkata, “Bapak dan ibuku sebagai penebusmu, wahai, sang kekasihku.”
Melihat hal itu, Nabi Shallallahu alaihi wasallam segera menarik tubuh orang Badui itu seraya berkata kepadanya, “Wahai, orang Badui, janganlah berbuat serupa itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabur dan yang minta dihormati dan diagungkan. Akan tetapi, demi berita gembira bagi orang yang beriman dan demi berita ancaman bagi yang mengingkarinya.”
Lalu Jibril pun turun dan berkata, “Wahai kekasih Allah, Allah mengucapkan salam untukmu dan berfirman kepadamu: ‘Katakanlah pada orang Arab Badui itu. Apakah ia mengira jika aku tidak akan menghisabnya saat ia mengucapkan “Ya Karim’?”
Orang Arab Badui itu berkata: “Demi Allah Ya Nurol ‘Aini, kakek dari Hasan dan Husein, seandainya Rabbku menghisabku, maka akupun akan menghisab-Nya.”
Maka bersabdalah nabi: “Bagaimana engkau menghisab Rabbmu? Wahai saudara Arabku?”
Maka orang Badui itu berkata: “Maka aku akan menghisabnya segala sampunan-Nya dan jika Ia menghisabku atas segala dosaku, maka aku akan menghisab anugrah dan kemuliaanNya,”
Maka berkatalah Jibril: “Wahai kekasih Allah, Allah berfirman kepadamu, katakanlah kepadanya, ‘Janganlah ia menghisabku, maka aku tak akan menghisabnya,”
Ada pelajaran penting yang dapat kita petik dari kisah di atas, antara lain terkait dengan kebanggaan seorang hamba bertemu dengan Rasul, pembawa kebenaran di dunia dan pemberi syafaat di akhirat kelak. Gerakan menunduk untuk mencium kaki Rasulullah merupakan sikap spontan yang dilakukan orang biasa karena bisa bertemu dengan kekasih Allah.
Selain itu, yang lebih penting adalah kecintaan terhadap Rasul bukan dengan cara memujanya, seperti mencium kaki dan lain sebagainya. Rasulullah tidak ingin memposisikan diri di hadapan umatnya laksana tuan dan budak, dan perlu diketahui bahwa seorang hamba tidak boleh mencintai makhluk lain secara berlebihan karena ditakutkan dapat mempengaruhi keimanan kepada Allah.