Muslimahdaily - Suhail bin Amr dikenal dalam sejarah Islam sebagai delegasi yang pandai berorasi lagi cakap dalam komunikasi publik. Sebagai salah satu pemuka Quraisy, Suhail pernah memusuhi Rasulullah dan umat Islam. Namun kedua putranya, yakni Abdullah dan Abu Jandal justru menjadi pengikut nabi. Hubungan ayah dan anak ini kemudian begitu menarik dan memberikan teladan yang baik.

Di masa awal tersebarnya risalah Rasulullah, Abdullah dan Abu Jandal segera mengimani beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun keduanya bersikap berbeda dalam menghadapi ayahnya, Suhail. Abdullah memilih mengakui keimanan di hadapan ayahnya. Suhail pun murka dan segera mengurung putranya sendiri. Abdullah diikat dengan rantai dan disiksai bertubi-tubi. Namun di kemudian hari, Abdullah berhasil kabur dan hidup bersama umat Islam.

Berbeda dengan Abdullah, Abu Jandal memilih merahasiakan keimanannya. Ia merasa tak enak hati dan begitu sayang dengan ayahnya. Ia tak tega menyakiti hati ayahnya. Bertahun-tahun, ia pun merahasiakan keimanannya dan terus berada di samping ayahanda.

Baik Abdullah dan Abu Jandal merupakan shahabat nabi. Keduanya sama-sama menyayangi ayahnya, Suhail, meski dengan sikap yang berbeda. Namun keberanian Abdullah lebih utama karena dengannya, ia memiliki kesempatan untuk turut berhijrah dan berperang bersama nabi. Sementara Abu Jandal kehilangan kesempatan bersama-sama Rasulullah meski keimanan terus kokoh di hatinya.

Sekian lama waktu berlalu, Abu Jandal pun akhirnya mengaku telah berislam kepada ayahnya. Betapa kecewa Suhail menghadapi putra tercintanya mengikuti Rasulullah sebagaimana putranya yang lain, Abdullah. Suhail merasakan kecewa karena kehilangan dua putranya. Ia pun mengurung Abu Jandal dan mengikatnya dengan rantai.

Ketika perjanjian Hudaibiyyah dihelat, yakni perjanjian damai antara umat Islam dan kaum kafir Makkah, Suhail menjadi delegasi perwakilan Quraisy. Ia menandatangani perjanjian dengan Rasulullah.

Baru saja perjanjian itu dibuat, Abu Jandal datang tergopoh-gopoh dengan rantai yang masih terikat di kakinya. Ia berhasil kabur dan datang meminta pertolongan kepada Rasulullah dan umat Islam.

Suhail melihat Abu Jandal dan segera menyeretnya kembali untuk pulang. Rasulullah berusaha menolong Abu Jandal, namun perjanjian Hudaibiyyah sudah terjadi. Salah satu isinya yakni siapa saja yang datang ke Madinah dari penduduk Makkah harus dikembalikan ke Makkah.

Suhail berkata kepada Rasulullah, “Hai Muhammad, inilah kesepakatan pertama. Kamu harus kembalikan dia (Abu Jandal) kepadaku.”

Rasulullah bersabda, “Kita belum menyelesaikan kesepakatan ini.”

Suhail menjawab, “Demi Allah, kalau begitu aku tidak akan berdamai denganmu lagi dalam urusan apa pun selamanya.”

Rasulullah berkata lagi, “Kalau begitu, bolehkan dia saja untukku.”

“Aku tidak akan menyerahkannya kepadamu,” jawab Suhail.

Nabiyullah terus membela Abu Jandal, “Bahkan lakukanlah (berikanlah).”

Namun Suhail bersikeras membawa kembali putranya meski nantinya hanya akan disiksa, “Aku tidak akan menyerahkannya!”

Rasulullah pun akhirnya berlapang hati. Beliau kemudian mendoakan Abu Jandal, “Semoga Allah berikan kepadanya jalan keluar dan kelapangan.”

Abu Jandal pun dengan sabar kembali ke Makkah bersama ayahnya, Suhail. Ia kembali disiksa hingga kemudian berhasil kabur dan melarikan diri bersama muslimin lain ke sebuah tempat dekat Jeddah bernama Ghuffar.
Komunitas baru ini kemudian membuat sulit para pedagang Makkah yang hendak ke Suriah. Akhirnya, kaum Quraisy pun mengizinkan mereka untuk pergi ke Madinah.

Abu Jandal lah yang memimpin rombongan ke Madinah. Ia akhirnya dapat bertemu lagi dengan saudaranya, Abdullah, dan hidup bersama umat Rasulullah di kota nabi.

Namun ia masih begitu sayang dengan ayahnya. Ia, sebagaimana pula Abdullah, berharap ayahnya dapat memeluk Islam.

Ketika tiba hari paling bersejarah, yakni Fathul Makkah, muslimin berhasil menguasai Ka’bah. Abu Jandal dan Abdullah meminta keamanan bagi ayahnya, Suhail. Rasulullah pun memberikan jaminan keamanan bagi Suhail bin Amr.

Sementara itu, Suhail bersembunyi di dalam rumahnya karena ketakutan melihat begitu besarnya pasukan umat Islam.

Abu Jandal dan Abdullah pun segera pergi ke rumah ayahnya, rumah di mana mereka dibesarkan. Suhail enggan membukakan pintu. Namun Abu Jandal dengan sifat pengasihnya meluluhkan hati ayahnya. Ia kemudian membujuk ayahnya untuk beriman. Abdullah pun turut masuk ke dalam rumah dan menyampaikan bahwasanya Rasulullah menjamin keamanan untuknya.

Baik Abdullah maupun Abu Jandal telah memaafkan ayahnya yang telah menyiksa keduanya di masa lalu. Keduanya begitu menyayangi ayahnya dan berusaha keras membujuk sang ayah untuk beriman. Keduanya tahu, sang ayah sebetulnya memiliki keimanan di dalam lubuk hatinya. Hanya saja, ia memiliki kesombongan sebagaimana pemuka Quraisy lain yang enggan bersyahadat.

Suhail pun terenyuh melihat kegigihan dan kasih sayang kedua putranya. Ia pun kemudian keluar rumah, menemui Rasulullah, dan mengikrarkan syahadat.

Di jauh hari sebelum Fathul Makkah, Rasulullah pernah mengatakan kepada Umar bin Khaththab bahwasanya Suhail kelak akan beriman dan kemampuannya akan bermanfaat bagi umat. Ucapan Rasulullah sungguh benar adanya. Sebagaimana dua putranya, Suhail pun kemudian menjadi salah satu shahabat Rasulullah.

Dengan kecakapannya berbicara, Suhail mengambil peran dalam dakwah Islam. Bahkan ketika Rasulullah wafat, Suhail mengambil peran penting dalam menangkal kemurtadan di Kota Makkah.

Syahidnya Abdullah

Saat meletus perang Al Yamamah, Abdullah turut serta dalam barisan pasukan. Ia kemudian wafat sebagai syahid. Muslimin mengucapkan ucapan duka kepada Suhail dan Abu Jandal. Bagi Abu Jandal, kematian saudaranya menginspirasinya untuk bersemangat menjadi mujahid membela agama Allah. Bagi Suhail, ia mengatakan bahwasanya ia berharap Abdullah putranya yang syahid itu kelak dapat memberikan syafaat untuknya.

Demikianlah kisah Suhail bin Amr dan kedua putranya. Mereka bertiga menjadi shahabat Rasulullah, pembela agama Islam hingga akhir hayat. Kisah mereka menjadi teladan tentang bagaimana hubungan akrab ayah dan anak yang saling menyokong dalam keimanan, dan saling berkasih sayang dalam ketaatan.

Afriza Hanifa

Add comment

Submit