Kabsyah Wanita Mulia yang Kehilangan Putranya Saat Membela Islam

Semua kalangan tampak bergembira, berlomba-lomba membujuk baginda Rasul untuk bermalam di rumah mereka dan memberikan pelayanan terbaik. Tidak terkecuali Kabsyah binti Rafi’ yang tampil di barisan depan. Seorang ibu berhati bersih yang menunjukkan kepatuhannya kepada sang Rasul semenjak cahaya Islam datang mengetuk pintu hatinya.

Kabsyah menjadi wanita pertama yang menyatakan baiat setia sebagai seorang muslim di awal kehadiran Mus’ab bin Umair, sahabat Nabi yang diutus untuk berdakwah di Madinah. Sejak saat itu, Kabsyah tidak pernah meninggalkan ibadahnya. Dengan kegigihan dan kelapangan hatinya, ia menyebarkan Islam sampai ke pelosok Madinah. Kecintaan Kabasyah kepada Allah subhanahu wata'ala dan utusan-Nya selalu tampak nyata hingga ia menutup usia.

Betapa tangguh dan ikhlas hati seorang Kabasyah mulai tersingkap di tengah kacaunya Perang Uhud. Pasukan muslim melanggar perintah sang Rasul, suasana semakin genting. Mulai tersebar desas-desus siapa saja yang gugur dalam perang tersebut. Ketika sampai di telinganya berita bahwa sang buah hati, Amr bin Muadz, gugur sebagai syahid, Kabasyah segera keluar menuju medan perang. Namun, Kabasyah bukan terburu-buru mencari jasad putranya. Kabasyah mencari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam yang juga diberitakan gugur.

Ketika mendapati kabar wafatnya Rasul ternyata hanya isu belaka, Kabasyah terus bertahmid memuji Allah subhanahu wata'ala. Bagi beliau, keselamatan baginda Rasul adalah yang utama. Kabasyah berkata, “Setelah melihatmu selamat, maka musibah apapun yang aku terima terasa ringan.” Rasul yang mendengar ucapan itu mengucapkan belasungkawa atas gugurnya Amr bin Muadz, kemudian bersabda, “Hai Ummu Sa’ad, berbahagialah dan sampaikan kabar gembira kepada keluarga mereka. Bahwa semua orang yang gugur itu sedang masuk surga secara beriringan. Dan keluarga yang ditinggalkan akan mendapat syafaat.”

Mengetahui Rasulullah selamat, Kabasyah menemukan ujian lain atas dirinya terasa lebih ringan. Ia ikhlas atas kepergian sang putra. Kabsyah berkata, “Kami rela, ya Rasulullah. Siapa yang akan menangisi mereka setelah ini. Doakanlah ya Rasulullah, untuk orang-orang yang ditinggalkan.” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam pun berdoa, “Ya Allah, hilangkanlah kesedihan hati mereka, lenyapkanlah musibah mereka, dan berikanlah ganti yang baik kepada mereka yang ditinggalkan.”

Hati wanita mulia ini masih pilu atas kepergian putranya, namun Kabasyah tidak pernah berhenti mendorong anak-anaknya untuk sabar menghadapi ujian dan terjun langsung ke medan laga untuk membela Islam. Pada Perang Khandaq, anak-anak dan wanita ditempatkan di dalam benteng untuk menghindari serangan musuh. Tak terkecuali Kabasyah. Ia menyerukan kata-kata semangat kepada pasukan kaum muslimin, termasuk kepada Sa’ad bin bin Mu’adz, putranya yang pemberani dan berdiri tegak sebagai tameng bagi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam ketika Perang Uhud bergejolak.

Saat itu, Kabasyah tidak sadar akan perlengkapan perang Sa’ad yang tidak sempurna. Baju besinya tidak tertutup rapat, lengannya terlihat jelas. Hal ini sempat menjadi perhatian Ummul Mukminin, Bunda Aisyah, yang kemudian menegur Kabasyah, “Wahai Ummu Sa’ad, tidak inginkah engkau baju besi Sa’ad lebih sempurna dengan yang ia pakai?”.

Kekhawatiran Bunda Aisyah menjadi kenyataan. Sa’ad bin Mu'adz terkena bidikan panah tepat di lengannya. Darah terus mengalir, Rasulullah memerintahkan pasukan muslimin untuk merawat Sa’ad di kemah Rufaidhah agar memudahkan beliau untuk menjenguknya. Kondisi Sa’ad semakin memburuk semakin hari, ia memohon agar luka-luka itu mengantarkannya kepada kesyahidan.

Tibalah saat di mana Sa’ad bin Mu’adz menghadap sang Pencipta. Kematian sahabat Rasul yang pandai menunggang kuda ini membuat singgasana Allah berguncang hebat. Ibnu Umar RA meriwayatkan, Rasulullah bersabda, “Hamba shalih yang (kematiannya) telah mengguncang Arsy, membuat pintu-pintu langit terbuka, dan 70 ribu malaikat hadir mengiringinya. Padahal, mereka belum pernah turun ke bumi seperti ini sebelumnya, merasa kesempitan kemudian Allah memberinya keleluasaan. Hamba shalih yang dimaksud adalah Sa’ad bin Muadz.” (HR. Bukhari Muslim).

Ummu Sa'ad mengantarkan putra tercintanya sampai ke liang kubur. Untuk menghibur ibu para syuhada itu, Rasulullah berkata kepada Kabsyah, “apakah tidak cukup mengeringkan air matamu dan menghilangkan kesedihanmu bahwa anakmu adalah orang pertama yang Allah tersenyum kepadanya serta bergetar Arsy untuknya,” Mendengar perkataan Rasulullah SAW tersebut membuat Ummu Sa'ad terhibur.

Meski begitu, Kabasyah tidak dapat membendung kesedihannya. Syahidnya Sa’ad bin Muadz sudah dijanjikan langsung oleh Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam, namun Kabasyah tetap seorang ibu dan manusia biasa yang bersedih akan kepergian sang anak. Tangisan Kabasyah dan pernah menyebabkan Rasulullah yang mendengarnya kemudian bersabda, “Setiap perempuan berdusta dengan tangisnya, kecuali Ummu Sa’ad.”

Begitulah kemuliaan akhlak dan ketangguhan hati salah seorang sahabat wanita yang hidup di zaman Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Ia menaruh cintanya kepada Allah dan Rasul di atas segala-galanya, menyebabkan Kabasyah terukir sebagai sosok Muslimah yang tercatat sebagai golongan shahabiyah yang dekat dengan Rasulullah dan berhasil mengantarkan anak-anaknya syahid sampai ke liang kubur. Kabasyah juga dikenang sebagai Ibu Seorang Pengguncang ‘Arsy, dan kisahnya membuktikan bahwa di balik selalu ada wanita yang kuat di balik pria yang hebat.

Add comment

Submit